Minggu, 16 Desember 2012

ASKEP HIRSCHPRUNG


TINJAUAN TEORI

A.  Pengertian
Hirschprung  adalah  kelainan  bawaan  berupa obstruksi usus akibat dari tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik pada dinding saluran intestinal  lapisan  submukosa, dan biasa terjadi pada calon bagian distal (Fitri Purwanto, 2001).

Hirschprung  merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum.  Juga dikatakan sebagai kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbact di kolon (A. Aziz Alimul Hidayat,2006).

Hirschprung adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum dan sebagian rektosigmoid kolon. (Cecily L. Betz A. Sowden,1997).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau megacolon (aganglionic megacolon) yaitu tidak adanya sel-sel ganglion dalam  rektum dan sebagian tidak ada dalam colon.

B.  Patofisiologi (Suriadi, 2001)
5
 
Persarafan  parasimpatik colon didukung  oleh ganglion. Persarafan  parasimpatik yang  tidak sempurna pada bagian usus yang aganglionik mengakibatkan peristaltik abnormal, sehingga terjadi konstipasi dan obstruksi. Tidak adanya ganglion disebabkan kegagalan dalam migrasi sel ganglion selama perkembagan embriologi. Karena sel ganglion tersebut bermigrasi pada bagian kaudal saluran gastroinstestinal (rectum), kondisi ini akan memperluas hingga proksimal dari anus. Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Penyempitan pada lumen usus, tinja dan gas akan terkumpul dibagian proksimal dan terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian colon tersebut melebar (megacolon). Resiko komplikasi pasca pembedahan pada penyakit hirschprung ini seperti adanya struktur ani, adanya perforasi, obstruksi usus, kebocoran, dan lain-lain.

C.  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan penyakit hirschprung terdiri dari penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan.
1.    Penatalaksanaan Medis (Barbara J.G, 2005)
Hanya dengan operasi bila belum dapat dilakukan operasi biasanya (merupakan tindakan sementara) dipasang pipa rektum dengan atau tanpa dilakukan pembilasan dengan air garam fisiologis secara teratur. Penjelasan kepada orang tua tentang penyakit anaknya, tindakan yang didahulukan dan perawatan dirumah untuk mempertahankan kesehatan.
Pembedahan diawali dengan  membuat colostomy loop atau double barrel dimana diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi atau hipertropi dapat kembali menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan.
Terapi definitif untuk penyakit hirschprung adalah salah satu dari tiga prosedur pull through endorektum. Terdapat tiga cara penanganan bayi  dengan penyakit hirschprung bergantung pada usia dan manifestasi klinis, yaitu :
a.    Intervensi pembedahan pull through segera.
b.    Enterostomi pengalihan yang kemudian diikuti oleh operasi pull through.
c.    Pengangkatan impaksi, enema rutin dan operasi pull through (untuk bayi berusia lebih dari 10 bulan dan tidak mengalami enterokolitis).
(Foster, Cowan dan Kirenn, 1990).

Terdapat tiga jenis intervensi pembedahan pull through endorektum untuk terapi definitf bagi penyakit hirschprung, intervensi tersebut adalah :
a.    Prosedur Soave
Adalah diseksi mukosa rektum dari selubung ototnya. Kolon ganglionik ditarik melalui selubung dan diamputasi setinggi anus. Otot sfingter interna dipertahankan agar tidak terjadi inkontinensia.
b.    Prosedur Duhamel
Yaitu diseksi di daerah anorektum, diluar rektum. Kolon ganglionik dianastoinosiskan ke posterior diatas anus. Dinding interior kolon ganglionik yang tersisa dan dinding posterior kolon aganglionik dapat diangkat denga menggunakan stapling otomatis atau jahitan. Hal ini biasanya dilakukan untuk menghindari penimbunan tinja direktum aganglionik yang tersisa. Apabila prosedur duhamel dilakukan pada bayi berusia kurang dari 2 bulan, maka dinding anterior kolon ganglionik dan dinding pasterior rektum aganglionik tidak diseksi sampai pada saatnya nanti karena anus terlalu kecil untuk alat stapling.
c.    Prosedur Swenson
Pada prosedur ini, rektum aganglionik di diseksi dipanggul bawah dan ditarik ke anus. Dilakukan pendekatan perineum untuk menghubungkan kolon ganglionik ke anus.

2.    Penatalaksanaan Keperawatan (Ngastiyah, 2005)
Masalah utama adalah terjadinya gangguan defekasi (obstipasi). Perawatan yang dilakukan adalah melakukan spuling dengan air garam fisiologis hangat setiap hari (bila ada persetujuan dokter) dan mempertahankan kesehatan pasien dengan memberi makanan yang cukup bergizi serta mencegah terjadinya infeksi.

D.  Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan, Kebutuhan Nutrisi, Pengaruh Bermain, dan Dampak Hospitalisasi Pada Anak Usia 4,5 tahun. (Yupi. S, 2004)
1.    Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu, yaitu secara bertahap anak akan semakin bertambah berat dan tinggi. Peningkatan ukuran tubuh dapat diukur dengan meter atau sentimeter untuk tinggi badan dan kilogram atau gram untuk berat badan. Untuk anak usia 4,5 tahun kenaikan berat badan kurang lebih 2 kg/tahun, dan tinggi badan 6-8 cm/tahun.
2.    Perkembangan
Perkembangan adalah suatu proses yang terjadi secara simultan dengan pertumbuhan yang menghasilkan kualitas individu untuk berfungsi, yang dihasilkan melalui proses pematangan dan proses belajar dari lingkungannya.
Pada anak pra sekolah kemampuan interaksi sosial lebih luas dan perkembangan konsep diri telah dimulai. Pada usia ini perkembangan fisik lebih lambat dan relatif menetap. Sistem tubuh harusnya sudah matang dan sudah terlatih dengan toileting. Keterampilan motorik, seperti berjalan, berlari, melompat, menjadi semakin luwes, tetapi otot dan tulang belum begitu sempurna.

3.    Kebutuhan Nutrisi
Anak pra sekolah mengalami pertumbuhan sedikit lambat. Kebutuhan kalorinya adalah 85 kkal per Kg BB. Beberapa karakteristik yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang perlu diperhatikan pada anak pra sekolah adalah nafsu makan berkurang, anak lebih tertarik pada aktivitas bermain dengan teman atau lingkungannya daripada makan, anak senang mencoba jenis makanan baru.

4.    Bermain
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan/kepuasan. Sejalan dengan pertumbuhan dengan perkembangannya, anak usia pra sekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang daripada pada anak usia todller. Anak sudah lebih aktif, kreatif, kreatif dan imajinatif. Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan sosial dengan temannya semakin meningkat. Oleh karena itu, jenis permainan yang sesuai adalah associative play, dramatic play dan skill play. Permainan yang menggunakan kemampuan motorik (skill play) banyak dipilih anak usia pra sekolah.

5.    Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya ke rumah.
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang dan menyenangkan yaitu lingkungan rumah, permainan dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukan anak usia pra sekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya, mengharuskan adanya pembatasan aktivitas dan sering kali dipersepsikan sebagai hukuman. Hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat dan ketergantungan pada orang tua.

E.  Pengkajian
Pengkajian pasca bedah menurut Cecily L Betz dan Linda A. Sowden, (1997).
1.    Kaji status pasca bedah anak (ttv, bising usus, distensi abdomen).
2.    Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan.
3.    Kaji adanya komplikasi, seperti enterokolitis, striktura ani, inkontinesia, dan  gawat nafas.
4.    Kaji adanya tanda-tanda infeksi. (peningkatan suhu, peningkatan leukosit, merah, bengkak, nyeri, dan adanya pus pada daerah operasi).
5.    Kaji tingkat nyeri yang dialami anak.
6.    Kaji kemampuan atau koping keluarga terhadap pengalamannya dirumah sakit.
7.    Kaji orang tua dalam menatalaksanakan pengobatan dan perawatan yang berkelanjutan.

Pemeriksaan diagnostik, menurut Cecily L Betz antara lain :
1.    Foto polos abdomen (tegak, telentang, telungkup)
2.    Enema Barium
3.    Bropsi Rektal
4.    Manometri Anorektal

F.   Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien post operasi pull through  hirschprung  menurut Cecily L Betz (1997) dan Susan Martin Tucker (1998) adalah sebagai berikut :
1.    Nyeri berhubungan dengan pembedahan
2.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi
3.    Resiko kekurangan volume cairan berhubungn dengan drainase gastrik, status puasa dan/atau sering defekasi.
4.    Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan diet yang ditentukan dan/atau kekurangan makan kronis.
5.    Perubahan eliminasi usus  : diare berhubungan dengan kurangnya kontrol sfingter dan/ atau sequle pembedahan yang diperkirakan.
6.    Perubahan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan dan perkiraan seringnya defekasi pada pasca operasi.
7.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan dirumah dan kebutuhan evaluasi.

G. Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa sebagai berikut :
1.    Nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan.
Tujuan                       : nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria evaluasi        : bebas dari rasa nyeri atau nyeri minimal sebelum pulang.
Intervensi                   :
a.    Kaji gejala nyeri
b.    Adakan tindakan pemberian rasa nyaman yang lain dan pertahankan posisi yang nyaman.
c.    Berikan obat analgetik sesuai pesanan.
d.   Pantau respon anak terhadap pemberian obat.

2.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi.
Tujuan                       : Infeksi tidak terjadi
Kriteria evaluasi        :
a.    Tidak ada tanda-tanda infeksi.
b.    Luka bersih dan kering.
c.    TTV stabil.
Intervensi :
a.    Kaji tanda-tanda infeksi.
b.    Pantau ttv tiap 8 jam.
c.    Bersihkan luka sesuai program.
d.   Kolaborasi pemberian antibiotik.

3.    Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan drainase gastrik, status puasa dan / atau sering defekasi.
Tujuan                       : kebutuhan cairan adekuat.
Kriteria evaluasi        :
a.    Turgor kulit baik.
b.    Keseimbangan masukan dan haluaran.
Intervensi                   :
a.    Pertahankan puasa segera setelah operasi.
b.    Pertahankan selang nasogastrik disambungkan pada penghisap rendah dan intermiten.
c.    Jamin kepatenan selang nasogastrik dengan mengirigasi setiap 2 jam sesuai pesanan.
d.   Ukur drainase nasogastrik tiap 4 jam.
e.    Ukur masukan dan haluaran.

4.    Perubahan nutrisi  kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan diet yang ditentukan dan/atau kekurangan makan kronis.
Tujuan                       : kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria evaluasi        : klien mentoleransi diet yang sesuai dengan usianya sebelum pulang.
Intervensi                   :
a.    Pertahankan status puasa segera setelah operasi
b.    Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
c.    Kaji abdomen terhadap kembalinya peristaltik.
d.   Mulai dengan diet cair jernih, tingkatkan diet untuk usianya sesuai pesanan dan toleransi (mungkin diet rendah residu).




5.    Perubahan eliminasi usus : diare yang berhubungan dengan kurangnya kontrol sfingter dan / atau seqiule pembedahan yang diperkirakan.
Tujuan                            : pola eliminasi normal.
Kriteria evaluasi        : klien mengembangkan pola defekasi normal dibuktikan dengan terjadinya pola defekasi normal sebelum pulang.
Intervensi                       :
a.    Observasi frekuensi, konsisten, warna dan volume feses.
b.    Antisipasi bahwa anak dapat mengalami defekasi 5-15 kali per hari.
c.    Bantu mengidentifikasi makanan yang mungkin mengiritasi.
d.   Jamin batasan diet jika dipesankan.
e.    Antisipasi dan ajarkan orang tua bahwa anak mengalami kelambanan dalam toilet training.

6.    Perubahan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan dan perkiraan seringnya defekasi pada pasca operasi.
Tujuan : integritas kulit dapat dipertahankan.
Kriteria evaluasi :
a.    Luka pembedahan sembuh tanpa ada tanda infeksi.
b.    Kulit pada area anal dan perineal tetap utuh.
Intervensi :
a.    Pantau luka terhadap tanda-tanda infeksi.
b.    Berikan perawatan pada daerah insisi sesuai pesanan.
c.    Cegah kontaminasi luka abdomen dengan urine.
d.   Bersihkan dengan perlahan daerah anal dengan sabun dan air setiap selesai defekasi.
e.    Gunakan minyak pelindung pada daerah anal dan perineal tiap 2 jam.
f.     Anjurkan untuk pemenuhan nutrisi.

7.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan di rumah dan kebutuhan evaluasi.
Tujuan                              : pengetahuan orang tua bertambah / meningkat
Kriteria evalausi         : orang tua dan / atau orang terdekat mendemonstrasikan pemahaman tentang perawatan dirumah dan instruksi evaluasi.
Intervensi                         :
a.    Jelaskan diet yang sesuai dengan yang harus dibatasi jika ada.
b.    Ajarkan perawatan area anal / perineal.
c.    Diskusikan gejala infeksi luka yang harus dilaporkan ke dokter.
d.   Biarkan orang tua mendemonstrasikan perawatan area anal/perineal dan strategi pemberian makanan.
e.    Diskusikan harapan dari pemberian toilet training.
f.     Diskusikan tersedianya pelayanan keomunikasi kesehatan untuk dukungan dan evaluasi.


 

DAFTAR PUSTAKA

Betz, L. Cecily.(2004). Mosby’s Pediatric Nursin  Reference, (Jan Tambayong, penerjemah), Jakarta : EGC

Gruendemann, Barbara, J.(2005). Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC

Hidayat, A. Azis Alimul . (2006) . Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa Sjabana

Ngastiyah. (2005).  Perawatan  Anak Sakit . Jakarta : EGC

Purwanto, Fitri (2001). Buku Pedoman Rencana Asuhan Keperawatan Bedah Anak. Jakarta : Amarta Jakarta.

Supartini, Yupi . (2004) . Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC 

Tucker, Susan Martin (1998). Patient Care Standards. Nursing Prosess, Diagnosis and Outcome. (Yasmin Asih, alih bahasa), Jakkarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar