Sabtu, 15 Desember 2012

ASKEP APPENDIKITIS




TINJAUAN TEORI

   A.      Pengertian
Appendikitis adalah peradangan dari appendik dan merupakan penyebab abdomen akut paling sering (mansjoer, 2000).
Appendicitis adalah radang apendik, suatu tambahan seperti kantung yang tidak berfungsi terletak pada bagian inferior dan sekum. Penyebab paling sering dari appendicitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya merusak suplay aliran darah dan mengkikis mukosa, menyebabkan inflamasi (Wilson & gold man, 1989).
Appendikitis penyebab paling umum imflamasi akut pada kuadran kanan bawah abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (smelcer, 2001).
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa apentik adalah peradangan pada appendik yang sering terjadi karena obstruksi lumen oleh feses yang mengerat (fecalit) atau benda asing.

   B.      Patofisiologi
Appendicitis disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh fecalit, benda asing, karena ada peradangan sebelumnya. Obstuksi tersebut menyebabkan mucus yang memproduksi mukosa mengalami bendungan. Namun elastisitas dinding apendik mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan tekanan intra lumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang akan menyebabkan edema dan ulsersi mukosa, pada saat inilah terjadi apendikitis akut local yang ditandai oleh adanya nyeri.
Appendik belum diketahui fungsinya, merupakan bagian dari sekum. Peradangan pada appendik dapat terjadi oleh adanya ulserasi dinding mukosa atau obstruksi lumen (biasanya oleh fecalit/feses yang mengeras). Penymbatan pengeluaran mucus mengakibatkan perlengketan, infeksi dan terhambatnya aliran darah. Dari keadaan hipoksia mengakibatkan gangreng atau rupture dalam waktu 24-36 jam. Bila proses ini berlangsung terus menerus organ disekitar dinding apendik akan terjadi perlengketan yang akan menyebabkan abses (kronik). Apabila proses infeksi sangat cepat akan menyebabkan peritonitis.

   C.      Komplikasi
Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994 :
a.    Perforasi.
    1. Peritonitis.
    2. Infeksi luka.
    3. Abses intra abdomen.
    4. Obstruksi intestinum.
Menurut Mansjoer, 2000 :
Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.






   D.      Penatalaksanaan
SDP : leukosit diatas 12.000/mm3
           Neutrofil meningkat sampai 75%
Foto abdomen : dapat menyatakan adanya pengerasan material pada appendik (fecalit), ileus terlokalisir
Prioritas keperawatan :
Meningkatkan kenyamanan
Mencegah komplikasi
Memberikan informasi tentang prosedur pembedahan.
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
1.                Sebelum operasi
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara       intravena.
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.

2.                Operasi
Apendiktomi.
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

3.                Pasca operasi
Observasi TTV.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
   
    E.       Pengkajian

Data pengkajian pasien (pre op)
a.    Aktifitas /istirahat
Gejala : malaise
b.    Sirkulasi
Tanda : takikardi
c.    Eliminasi
Gejala : konstipasi
                Diare (kadang kadang)
Tanda : distensi abdomen, nyeri tekan
                Penurunan atau tidak ada bising usus
d.    Makanan/cairan
Gejala : anoreksia
                Mual muntah
e.    Nyeri/ kenyamanan
Gejala :  nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbiliku, yang meningkat berat dan terlokalisir pada titik Mc burney (setengah jarak antara umbilicus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan , bersin, batuk, atau nafas dalam (nyeri berhenti tiba tiba di duga perforasi).
Keluhan berbagai rasa nyeri / gejal  tidak jelas (sehubungan dengan lokasi appendik)
Tanda : prilaku berhati hari , berbaring kesamping/ terlentang dengan lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan / posisi duduk tegak.
f.     Pernafasan
Tanda : takipnea, pernafasan dangkal

  
   F.       Dignosa keperawatan
Pre Op
1.    Kekurangan volume cairan tubuh b.d pembatasan pasca operasi puasa)
kriteria hasil : mempertahankan keseimbangan cairan
                            dibuktikan oleh kelembaban membrane mukosa, turgor kulit baik, TTV stabil.
Intervensi :
a.    Awasi TD dan nadi : tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravakuler
b.    Lihat membrane mukosa dan haluran : catat warna urin / konsistensi , berat jenis.
c.    Lihat membrane mukosa : kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
d.    Asukultasi bising usus : kaji kelancaran flatus,  gerakan usus

2.       Resiko terjadinya infeksi  b.d tidak adekuatnya pertahanan tubuh
Ditandai dengan : suhu tubuh diatas normal, frekuensi pernafasan meningkat, distensi abdomen , leukosit >10.000/mm3
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : tidak ada tanda tanda infeksi post op
Intervensi :
a.       Bersihkan lapang oprasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip prinsip pencukuran.
b.      Berikan obat pencahar 1 hari sebelum oprasi
c.       Anjurkan klien mandi dengan sempurna
d.      Lakukan pencuci tangan yang baik dan perawatn luka aseptic

3.       Gangguan rasanyaman nyeri b.d dsitensi intestinal
Ditandai dengan : pernafasan takipnea, sirkulasi takikardi, sakit didaerah epigastrium menjalar ke daerah Mc burney, klien mengeluh merasa sakit didaerah kanan bawah.
Tujuan : nyeri teratasi
Kriteria hasil : pernafasan normal ,sirkulasi normal
intervensi :
a.    kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristiknya
b.    anjurkan pernafasan dalam
c.     beri  anal getik

4.    Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit b.d informasi kurang
        Tujuan : klien akan memahami manfaat perawatan post op dan pengobatan
Kriteria hasil : pengetahuan bertambah
Intervensi : berikan penkes





G. Pelaksanaan
Pelaksanaan menurut Potter (2005), merupakan tindakan mandiri berdasarkan ilmiah, masuk akal dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi. Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan, semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.
H. Evaluasi
Evaluasi menurut Hidayat (2007), merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai, berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip obyektifitas, reabilitas dan validitas dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua arah yaitu evaluasi proses (evaluasi formatif) dan evaluasi hasil (evaluasi sumatif). Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir keperawatan.
Tujuan pada akhir asuhan keperawatan ada 3 macam yaitu:
  • Tujuan tercapai itu berarti bila pasien menunjukan perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
  • Tujuan tercapai sebagian itu berarti klien menunjukan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya sebagian tercapai dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
  • Tujuan tidak tercapai itu berarti bila klien menunjukantidak adanya perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.



                 


DAFTAR PUSTAKA

Doengoes. E. Marilyn (2000), rencana asuhan keperawatan, edisi 3, Jakarta: EGC.
Long. C. Barbara (1996), Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses keperawatan), Bandung: Yayasan IAPK Pajajaran.
Price. A. Silvia (2002), Pathophysiolg : Clinical Concepts of Disease Processes,  (dr. Brahm U. Pendit. dkk: penerjemah) volume 2, edisi 6, Jakarta: EGC.
Smeltzer. C. Suzanne (1996), Brunner and Suddarth’s textbook of Medical-Surgical Nursing, (dr. H. Y. Kuncara. dkk: penerjemah), volume 2, edisi VIII, Jakarta: EGC.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar