Sabtu, 15 Desember 2012

ASKEP HIDROSEFALUS



TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis  karena adanya tekanan intracranial yang meningkat sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebrospinalis ( Ngastiyah, 1997 ).
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinalis dalam ventrikel serebral ruang subaracknoid atau ruangsubdural ( Suradi, 2001 ).
Hidrosefalus adalah akumulasi berlebih dari cairan serebrospinalis  dalam system ventrikel yang mengakibatkan dilatsi positif pada ventrikel, ( Donna L. Wong, 2003 ).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hidrosefalus adalah bertambahnya cairan serebrospinalis  pada otak yang diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intracranial dan akumulasi cairan serebrospinal ventrikel serebral, ruang subaracknoid dan subdural.

B. Patologis
Hidrosefalus terjadi karena adanya ganguan asoubsi cairan serebrospinal pada subaracknoid dan atau adanya obstruksi dalam ventrikel yang mencegah cairan serebrospinalis masuk kerongga subaracknoid karena infeksi, perdarahan atau kelainan bentuk perkembangan otak janin. Cairan terakumulasi dalam ventrikel dan mengakibatkan dilatasi ventrikel serebral dan penekanan organ-organ dalam otak. Komplikasi yang terjadi pada hidrosefalus yaitu peningkatan tekanan intrakaranial, kerusakan otak, inspeksi septikemia, endokarditis, defritis, ventrikautis , abses otak, hematom subdural, peritonitis, sehingga tidak berfungsi  degan baik akibat obstruksi mekanik dan dapat mengakibatkan kematian.

C. Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan Diagnostik : ukuran lingkar kepala, CT scan dan MRI menunjukan pembesaran / dilatasi ventrikel serebral.
2.   Penatalahsanan terapietik
Tujuan pengobatan yaitu untuk mengurangi hidrosefalus, menangani komplikasi, mengatasi efek dari hidrosefalus atau gangguan perkembangan piñata laksanaan terdiri dari :
a. Non bedah : pemberian acetazdomide dan isosorbide atau furosemid untuk mengurangi produksi cairan serebrosfinalis.
b. Pembedahan : pengagkatan penyebab obstruksi misalnya : neoplasma, kista atau hematoma. Pemasangan shunt yang bertujuan  untuk mengalirkan cairan serebrospinalis yang berlebihan  dari ventrikel keruang ekstra cranial, misalnya keronga peritoneum, atrium kanan dan ronga pleura.
Penatalaksanan medis
a. Fisioterapi
b. Tindakan pembedahan
c. Obat-obatan

D. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
2. Mengkaji adanya pembesaran kepala, vena terlihat jelas pada kulit kepala, bunyi craked pot pada pemeriksaan palpasi, tanda-tanda setting sun ( seperti matahari tenggelam ). Penurunan kesadaran, opistotonus dan spastic pada ekstremitas bawah terdapat adanya gejala-gejala seperti mual, muntah, pusing, dan papilla edema.
3. Kaji lingkar kepala ( ada atau tidaknya peningkatan lingkar kepala )
4. Kaji bentuk ubun-ubun, bila menangis ubun-ubun menonjol atau tidak
5. Kaji adanya perubahan TTV khususnya pernafasan.
6. Kaji pola tidur, prilaku dan intrasi.

E. Diagnosa keperawatan
1. perubahan perpusi jaringan serebral b/d meningkatnya volume cairan, serebrospinalis, meningkatnya tekana intracranial.
2. resiko injuri b/d pemasangan shunt
3. perubahan persepsi sensori b/d peningkatan tekanan intracranial.
4. resiko infeksi b/d efek pemasangan shunt.

F. Perencanaan
1. DX 1
Tujuan  : mencegah komplikasi
KH : anak tidak menunjukan adanya tanda-tanda komplikasi dan perfusi jaringan cerebral
Intervensi :
1. Mengukur lingkar kepala tiap 8 jam
2. mengatur posisi klien miring kearah yang tidak dilakukan tindakan oprasi.
3. menjaga posisi kepala sejajar dengan tempat tidur untuk mengurangi TIK yang tiba-tiba.
4. mengobservasi dan menilai fungsi neorologis
5. Observasi TTV
6. catat dan laporkan jika ditemukan adanya tanda-tanda perubahan tingkah laku seperti mudah marah, penurunan kesadaran dan perubahan TTV.

2. DX 2
Tujuan : Injuri dapat dicegah
KH : Daerah / alat pemasangan tepat berada pada tempat pemasangan  shunt sesuai program.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam dan catat kalau dadaperubahan TTV
2. monitor daerah sekitar pemasangan Shunt / atau daerah operasi terhadap adanya tanda-tanda kemerahan dan pembengkakan
3. Pertahankan alat pemasangan shunt tepat dalam kondisi yang baik
4. lakukan pemijatan pada selang shunt untuk menghindari sumbatan

3. DX 3
Tujuan : mencegah terjadinya perubahan persepsi sensori
KH : anak tidak menunjukan tanda-tanda perubahan sensori
Intervensi
1. ukur lingkar kepala tiap 8 jam
2. monitor kondisi pontanel
3. mengatur posisi anak kearah yang tidak dilakukan pembedahan.
4. Observasi TTV tiap 4 jam khususnya peningkatan suhu tubuh, penurunan kesadaran dan  
    mudah marah.
5. lakukan pemijatan pada shunt untuk menghindari sumbatan awal.

 4. DX 4
Tujuan : diharapkan infeksi tidak terjadi
KH : anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi
Intervensi
1. Observasi TTV tiap 4 jam khususnya peningkatan suhu tubuh, penurunan kesadaran dan mudah marah.
2. Monitor daerah luka post op terhadap adanya tanda kemerahan dan pembengkakan
3. lakukan pemijatan pada shunt untuk menghindari sumbatan awal.


      



 DAFTAR PUSTAKA


Hidayat, Alimul, A. Aziz (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : EGC.
http://www.hydroassoc.org/, diambil pada tanggal 29 Juli 2008 pukul 20.30 Wib
Robert M. Kliegman, Ann M.Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.

Supartini, Yupi. ( 2004 ). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Tucker, Martin Susan (1998). Patien Care Standars :Nursing Process, Diagnosis, and Outcome (Yasmin, penerjemah). Mosby (sumber asli diterbitkan 1992).

Wong, L, Donna. (2004 .Clinical Manual of Pediatric Nursing. (Monica Ester, penerjemah). Mosby. (Sumber asli diterbitkan 1996).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar