TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Hirschprung adalah kelainan bawaan berupa obstruksi usus
akibat dari tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik pada dinding saluran
intestinal lapisan submukosa, dan biasa terjadi pada
calon bagian distal (Fitri Purwanto, 2001).
Hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa
aganglionosis usus yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal
dengan panjang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Juga dikatakan sebagai
kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari
pleksus auerbact di kolon (A. Aziz Alimul Hidayat,2006).
Hirschprung adalah tidak adanya
sel-sel ganglion dalam rektum dan sebagian rektosigmoid kolon. (Cecily L. Betz
A. Sowden,1997).
Dari beberapa pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa penyakit hirschprung disebut juga congenital aganglionosis atau megacolon (aganglionic megacolon) yaitu tidak adanya sel-sel ganglion dalam rektum dan sebagian tidak
ada dalam colon.
B.
Patofisiologi (Suriadi,
2001)
|
C.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan
penyakit hirschprung terdiri dari penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan.
1.
Penatalaksanaan Medis (Barbara J.G, 2005)
Hanya dengan operasi bila
belum dapat dilakukan operasi biasanya (merupakan tindakan sementara) dipasang
pipa rektum dengan atau tanpa dilakukan pembilasan dengan air garam fisiologis
secara teratur. Penjelasan kepada orang tua tentang penyakit anaknya, tindakan
yang didahulukan dan perawatan dirumah untuk mempertahankan kesehatan.
Pembedahan diawali dengan
membuat colostomy loop atau double
barrel dimana diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi atau hipertropi
dapat kembali menjadi normal dalam waktu 3-4 bulan.
Terapi definitif untuk
penyakit hirschprung adalah salah satu dari tiga prosedur pull through
endorektum. Terdapat tiga cara penanganan bayi
dengan penyakit hirschprung bergantung pada usia dan manifestasi klinis,
yaitu :
a. Intervensi pembedahan
pull through segera.
b. Enterostomi pengalihan
yang kemudian diikuti oleh operasi pull through.
c. Pengangkatan impaksi,
enema rutin dan operasi pull through (untuk bayi berusia lebih dari 10 bulan
dan tidak mengalami enterokolitis).
(Foster, Cowan dan
Kirenn, 1990).
Terdapat tiga jenis
intervensi pembedahan pull through endorektum untuk terapi definitf bagi
penyakit hirschprung, intervensi tersebut adalah :
a. Prosedur Soave
Adalah diseksi mukosa
rektum dari selubung ototnya. Kolon ganglionik ditarik melalui selubung dan
diamputasi setinggi anus. Otot sfingter interna dipertahankan agar tidak
terjadi inkontinensia.
b. Prosedur Duhamel
Yaitu diseksi di daerah
anorektum, diluar rektum. Kolon ganglionik dianastoinosiskan ke posterior
diatas anus. Dinding interior kolon ganglionik yang tersisa dan dinding
posterior kolon aganglionik dapat diangkat denga menggunakan stapling otomatis
atau jahitan. Hal ini biasanya dilakukan untuk menghindari penimbunan tinja
direktum aganglionik yang tersisa. Apabila prosedur duhamel dilakukan pada bayi
berusia kurang dari 2 bulan, maka dinding anterior kolon ganglionik dan dinding
pasterior rektum aganglionik tidak diseksi sampai pada saatnya nanti karena
anus terlalu kecil untuk alat stapling.
c. Prosedur Swenson
Pada prosedur ini, rektum
aganglionik di diseksi dipanggul bawah dan ditarik ke anus. Dilakukan
pendekatan perineum untuk menghubungkan kolon ganglionik ke anus.
2.
Penatalaksanaan Keperawatan (Ngastiyah, 2005)
Masalah utama adalah
terjadinya gangguan defekasi (obstipasi). Perawatan yang dilakukan adalah
melakukan spuling dengan air garam fisiologis hangat setiap hari (bila ada
persetujuan dokter) dan mempertahankan kesehatan pasien dengan memberi makanan
yang cukup bergizi serta mencegah terjadinya infeksi.
D.
Konsep Pertumbuhan dan
Perkembangan, Kebutuhan Nutrisi, Pengaruh Bermain, dan Dampak Hospitalisasi
Pada Anak Usia 4,5 tahun. (Yupi. S, 2004)
1.
Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah suatu
proses alamiah yang terjadi pada individu, yaitu secara bertahap anak akan
semakin bertambah berat dan tinggi. Peningkatan ukuran tubuh dapat diukur
dengan meter atau sentimeter untuk tinggi badan dan kilogram atau gram untuk
berat badan. Untuk anak usia 4,5 tahun kenaikan berat badan kurang lebih 2
kg/tahun, dan tinggi badan 6-8 cm/tahun.
2.
Perkembangan
Perkembangan adalah suatu
proses yang terjadi secara simultan dengan pertumbuhan yang menghasilkan
kualitas individu untuk berfungsi, yang dihasilkan melalui proses pematangan
dan proses belajar dari lingkungannya.
Pada anak pra sekolah
kemampuan interaksi sosial lebih luas dan perkembangan konsep diri telah
dimulai. Pada usia ini perkembangan fisik lebih lambat dan relatif menetap.
Sistem tubuh harusnya sudah matang dan sudah terlatih dengan toileting.
Keterampilan motorik, seperti berjalan, berlari, melompat, menjadi semakin
luwes, tetapi otot dan tulang belum begitu sempurna.
3.
Kebutuhan Nutrisi
Anak pra sekolah
mengalami pertumbuhan sedikit lambat. Kebutuhan kalorinya adalah 85 kkal per Kg
BB. Beberapa karakteristik yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang
perlu diperhatikan pada anak pra sekolah adalah nafsu makan berkurang, anak
lebih tertarik pada aktivitas bermain dengan teman atau lingkungannya daripada
makan, anak senang mencoba jenis makanan baru.
4.
Bermain
Bermain merupakan
kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan/kepuasan.
Sejalan dengan pertumbuhan dengan perkembangannya, anak usia pra sekolah
mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang daripada pada
anak usia todller. Anak sudah lebih aktif, kreatif, kreatif dan imajinatif.
Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan sosial dengan temannya
semakin meningkat. Oleh karena itu, jenis permainan yang sesuai adalah
associative play, dramatic play dan skill play. Permainan yang menggunakan
kemampuan motorik (skill play) banyak dipilih anak usia pra sekolah.
5.
Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan
suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan
anak untuk tinggal dirumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangannya ke rumah.
Perawatan anak di rumah
sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh
kasih sayang dan menyenangkan yaitu lingkungan rumah, permainan dan teman
sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukan anak usia pra
sekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara
perlahan dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah
sakit juga membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya, mengharuskan
adanya pembatasan aktivitas dan sering kali dipersepsikan sebagai hukuman. Hal
ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal
dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat dan
ketergantungan pada orang tua.
E.
Pengkajian
Pengkajian pasca bedah menurut
Cecily L Betz dan Linda A. Sowden, (1997).
1.
Kaji status pasca bedah anak (ttv, bising usus, distensi
abdomen).
2.
Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan.
3.
Kaji adanya komplikasi, seperti enterokolitis, striktura ani,
inkontinesia, dan gawat nafas.
4.
Kaji adanya tanda-tanda infeksi. (peningkatan suhu,
peningkatan leukosit, merah, bengkak, nyeri, dan adanya pus pada daerah
operasi).
5.
Kaji tingkat nyeri yang dialami anak.
6.
Kaji kemampuan atau koping keluarga terhadap pengalamannya
dirumah sakit.
7.
Kaji orang tua dalam menatalaksanakan pengobatan dan
perawatan yang berkelanjutan.
Pemeriksaan diagnostik, menurut
Cecily L Betz antara lain :
1. Foto polos abdomen
(tegak, telentang, telungkup)
2. Enema Barium
3. Bropsi Rektal
4. Manometri Anorektal
F.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien
post operasi pull through hirschprung menurut Cecily L Betz (1997) dan Susan Martin
Tucker (1998) adalah sebagai berikut :
1.
Nyeri berhubungan dengan pembedahan
2.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka operasi
3.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungn dengan drainase
gastrik, status puasa dan/atau sering defekasi.
4.
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan pembatasan diet yang ditentukan dan/atau kekurangan makan kronis.
5.
Perubahan eliminasi usus
: diare berhubungan dengan kurangnya kontrol sfingter dan/ atau sequle
pembedahan yang diperkirakan.
6.
Perubahan integritas kulit berhubungan dengan tindakan
pembedahan dan perkiraan seringnya defekasi pada pasca operasi.
7.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
tentang perawatan dirumah dan kebutuhan evaluasi.
G.
Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan
ditemukan, dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa
sebagai berikut :
1.
Nyeri berhubungan dengan
tindakan pembedahan.
Tujuan : nyeri berkurang atau
hilang.
Kriteria
evaluasi
: bebas dari rasa nyeri atau nyeri minimal sebelum pulang.
Intervensi :
a. Kaji gejala nyeri
b. Adakan tindakan pemberian
rasa nyaman yang lain dan pertahankan posisi yang nyaman.
c. Berikan obat analgetik
sesuai pesanan.
d. Pantau respon anak
terhadap pemberian obat.
2.
Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan luka operasi.
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi
Kriteria
evaluasi :
a. Tidak ada tanda-tanda
infeksi.
b. Luka bersih dan kering.
c. TTV stabil.
Intervensi
:
a. Kaji tanda-tanda infeksi.
b. Pantau ttv tiap 8 jam.
c. Bersihkan luka sesuai
program.
d. Kolaborasi pemberian
antibiotik.
3.
Resiko kekurangan volume
cairan berhubungan dengan drainase gastrik, status puasa dan / atau sering
defekasi.
Tujuan :
kebutuhan cairan adekuat.
Kriteria
evaluasi :
a. Turgor kulit baik.
b. Keseimbangan masukan dan
haluaran.
Intervensi :
a. Pertahankan puasa segera
setelah operasi.
b. Pertahankan selang
nasogastrik disambungkan pada penghisap rendah dan intermiten.
c. Jamin kepatenan selang
nasogastrik dengan mengirigasi setiap 2 jam sesuai pesanan.
d. Ukur drainase nasogastrik
tiap 4 jam.
e. Ukur masukan dan
haluaran.
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan diet yang ditentukan
dan/atau kekurangan makan kronis.
Tujuan :
kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria evaluasi : klien mentoleransi diet yang sesuai
dengan usianya sebelum pulang.
Intervensi :
a. Pertahankan status puasa
segera setelah operasi
b. Berikan cairan parenteral
sesuai pesanan
c. Kaji abdomen terhadap
kembalinya peristaltik.
d. Mulai dengan diet cair
jernih, tingkatkan diet untuk usianya sesuai pesanan dan toleransi (mungkin
diet rendah residu).
5.
Perubahan eliminasi usus
: diare yang berhubungan dengan kurangnya kontrol sfingter dan / atau seqiule
pembedahan yang diperkirakan.
Tujuan : pola eliminasi normal.
Kriteria
evaluasi
: klien mengembangkan pola defekasi normal dibuktikan dengan
terjadinya pola defekasi normal sebelum pulang.
Intervensi :
a. Observasi frekuensi,
konsisten, warna dan volume feses.
b. Antisipasi bahwa anak
dapat mengalami defekasi 5-15 kali per hari.
c. Bantu mengidentifikasi
makanan yang mungkin mengiritasi.
d. Jamin batasan diet jika
dipesankan.
e. Antisipasi dan ajarkan
orang tua bahwa anak mengalami kelambanan dalam toilet training.
6.
Perubahan integritas
kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan dan perkiraan seringnya defekasi
pada pasca operasi.
Tujuan : integritas kulit dapat
dipertahankan.
Kriteria
evaluasi
:
a. Luka pembedahan sembuh
tanpa ada tanda infeksi.
b. Kulit pada area anal dan
perineal tetap utuh.
Intervensi :
a. Pantau luka terhadap
tanda-tanda infeksi.
b. Berikan perawatan pada
daerah insisi sesuai pesanan.
c. Cegah kontaminasi luka
abdomen dengan urine.
d. Bersihkan dengan perlahan
daerah anal dengan sabun dan air setiap selesai defekasi.
e. Gunakan minyak pelindung
pada daerah anal dan perineal tiap 2 jam.
f. Anjurkan untuk pemenuhan
nutrisi.
7.
Kurang pengetahuan
berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan di rumah dan kebutuhan
evaluasi.
Tujuan : pengetahuan orang tua bertambah / meningkat
Kriteria
evalausi : orang tua dan / atau orang terdekat mendemonstrasikan pemahaman tentang perawatan dirumah dan instruksi
evaluasi.
Intervensi :
a. Jelaskan diet yang sesuai
dengan yang harus dibatasi jika ada.
b. Ajarkan perawatan area
anal / perineal.
c. Diskusikan gejala infeksi
luka yang harus dilaporkan ke dokter.
d. Biarkan orang tua
mendemonstrasikan perawatan area anal/perineal dan strategi pemberian makanan.
e. Diskusikan harapan dari
pemberian toilet training.
f. Diskusikan tersedianya
pelayanan keomunikasi kesehatan untuk dukungan dan evaluasi.
|
Betz, L. Cecily.(2004). Mosby’s Pediatric Nursin Reference, (Jan Tambayong, penerjemah),
Jakarta : EGC
Gruendemann, Barbara, J.(2005). Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC
Hidayat, A. Azis Alimul . (2006) . Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa Sjabana
Ngastiyah. (2005). Perawatan
Anak Sakit . Jakarta : EGC
Purwanto, Fitri (2001). Buku Pedoman Rencana Asuhan Keperawatan
Bedah Anak. Jakarta : Amarta Jakarta.
Supartini, Yupi . (2004) . Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
Tucker, Susan Martin (1998). Patient Care Standards. Nursing Prosess,
Diagnosis and Outcome. (Yasmin Asih, alih bahasa), Jakkarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar