TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Hypospadia
adalah kelainan bawaan berupa lubang urethra yang terletak di bagian bawah
dekat pangkal penis (Ngastiyah, 2005).
Hypospadia adalah kongenital anomali yang
mana urethra bermuara pada sisi bawah penis /perineum (Suriadi dan Rita
Yuliani, 2001).
Hypospadia adalah suatu kelainan bawaan
(Konsenital) dimana meatus urethra eksternus terletak di permukaan ventral
penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal pada ujung penis (Fitri
purwanto, 2001).
Hypospadia adalah suatu keadaan dimana
lubang urethra terdapat dipenis bagian bawah bukan ujung penis (www.bloyspot.com).
Dari beberapa pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa Hypospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana letak lubang
urethra tidak pada tempat yang semestinya, melainkan ada dibagian bawah penis.
B. Patofisiologi
Penyebab dari Hypospadia belum diketahui
secara jelas dan dapat dihubungkan dengan faktor genetik dan pengaruh Hormonal.
Pada usia gestasi Minggu ke VI kehamilan terjadi pembentukan genital, pada
Minggu ke VII terjadi agenesis pada msoderm sehingga genital tubercel tidak
terbentuk, bila genital fold gagal bersatu diatas sinus urogenital maka akan
timbul Hypospadia.
Perkembangan urethra dalam utero dimulai
sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu, urethra terbentuk dari
penyatuan lipatan urethra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula Urethra
terbentuk dari kanalisasi furikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk
menyatu dengan lipatan urethra yang menyatu. Hypospadia terjadi bila penyatuan
digaris tengah lipatan urethra tidak lengkap sehingga meatus urethra terbuka
pada sisi ventral penis. Derajat kelainan letak ini antara lain seperti pada
glandular (letak meatus yang salah pada glans), Korona (pada Sulkus Korona),
penis (disepanjang batang penis), penuskrotal (pada pertemuan ventral penis dan
skrotum) dan perineal (pada perinium) prepusium tidak ada pada sisi ventral dan
menyerupai topi yang menutupi sisi darsal gland. Pita jaringan fibrosa yang
dikenal sebagai Chordee, pada sisi ventral menyebabkan kuruatura (lingkungan)
ventral dari penis. Pada orang dewasa, chordec tersebut akan menghalangi
hubungan seksual, infertilisasi (Hypospadia penoskrotal) atau (perineal)
menyebabkan stenosis meatus sehingga mengalami kesulitan dalam mengatur aliran
urine dan sering terjadi kriotorkidisme.
Klasifikasi Hypospadia adalah tipe
glandulan (balantik) yaitu meatus terletak pada pangkal penis, tipe distal
penil yaitu meatus terletak pada distal penis, tipe penil yaitu meatus terletak
antara perineal dan scrotum, tipe scrotal yaitu meatus terletak di scratum,
tipe perineal yaitu meatus terletak di perineal.
Komplikasi pada Hypospadia adalah infertilisasi
risiko hernia inguinalm gangguan psikososial.
C. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanan
medis yaitu dengan tindakan pembedahan yang berfokus pada rekontruksi leher
pada bledder, dimana dilakukan dalam 2 tahap yaitu : tahap 1: chordec eksisi
(Jaringan Fibrosa), tujuannya adalah untuk meluruskan penis, tahap II yaitu :
Urethroplasty, tujuannya untuk membuat saluran uretra agar ove verada dipuncak
penis sehingga pancaran urine menjadi normal. Selain itu penatalaksanaan medis
lainnya adalah dengan pemasangan kateter, tujuan pembedahan membuat normal
perkemihan, fungsi seksual dan perbaikan untuk hosmetik pada penis, serta infus
dengan cairan Nacl 0,9 % 30 tetes/menit
2. Penatalaksanaan
keperawatan yaitu perawatan luka dengan cairan Nacl 0,9 % dengan campuran
garamicin 80 mg, dan betadine 10 %, serta perawatan kateter dan infus dengan
cairan Nacl 0,9 % betadine 10 %.
D. Pengkajian
Pengkajian menurut suriadi (2001)
dan Rita Yuliana adalah sebagai berikut :
1. Fisik
:
a. Lihat lokasi meatus
b. Bentuk penis (adanya lekukan pada ujung penis, melengkungnya,
penis kebawah dengan /tanpa ereksi).
c. Terbukanya uretral pada ventral
d. Palpasi abdomen untuk melihat distensi bladder /pembesaran pada
ginjal
e. Kaji fungsi perkemihan
f. Pengkajian setelah pembedahan, pembengkakan penis, perdarahan,
disuria drainage.
g. Kaji ringkat kecemasan dan tingkat pengetahuan keluarga.
2. Mental
a. Sikap pasien waktu diperiksa
b. Sikap pasien ® rencana pembedahan.
3. Keluarga
a. Tingkat kecemasan
b. Tingkat pengetahuan.
E. Perencanaan
1. Pre Operasi
a. Ketakutan /kecemasan b.d hospitalisasi dan
rencana pembedahan.
Tujuan : menurunkan kecemasan
klien dan keluarga.
Intervensi :
1) Jelaskan kepada keluarga tentang : Tujuan
pembedahan .Pemeriksaan fisik, Pemeriksaan laboratorium, Puasa 4 jam sebelum
operasi , Pemberian obat premedikasi sebelum operasi, Peralatan yang digunakan
setelah operasi.
2) Jelaskan kepada keluarga tentang perlunya
mengikuti petunjuk perawatan.
3) Beri
kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan
pembedahan.
2. Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan post prosedur
operasi dan kateter invasi.
Tujuan :
menurunkan rasa nyeri.
Kriteria :
1). Tidak ada keluhan nyeri.
2). Tidak rewel dan nangis.
Intervensi :
1). Kaji tingkat nyeri dengan skala
(1-10).
2). Observasi aliran urin, catat ukuran
dan tekanan.
3). Monitor TTV.
4). Hindari tekanan pada area operasi.
5). Anjurkan untuk berbaring dalam
posisi yang memungkinkan otot
menjadi relaks.
6). Beri kesempatan orang tua berada di
dekat anaknya.
7). Berikan pengobatan seperti
analgetik sesuai program.
b. Perubahan Eliminasi urin berhubungan dengan trauma
operasi dan kateter clamping.
Tujuan : Output urin normal
limitid selama 24 jam operasi
Kriteria :
1). Produk urin lancar.
2). Tidak terdapat perdarahan intra
urethra.
Intervensi :
1). Maintain ketat intake – output.
2). Monitor output.
3). Check kepatenan koteter.
4). Check warna produksi drainage.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan
kateter
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria :
1). TTV dalam batas normal.
2). Tidak ada tanda-tanda infeksi
seperti merah, bengkak dan panas.
3). Hasil laboratorium leukosit dalam
batas normal.
Intervensi :
1). Obsercasi tanda-tanda vital.
2). Kaji tanda-tanda pada daerah operasi.
3). Jaga luka operasi tetap berusaha
dan kering ® hindari kontaminasi dengan feces dan urin.
4). Jaga kebersihan kulit alat kelamin.
5). Gunakan teknik aseptik /antiaseptik
dalam perawatan luka dan kateter.
6). Berikan antibiotik sesuai program.
d. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan
dengan perawatan setelah operasi.
Tujuan : Pengetahuan keluarga
terpenuhi.
Kriteria :
1). Keluarga mengerti tentang perawatan
setelah operasi.
2). Keluarga dapat menjelaskan kembali
bagaimana perawatan setelah operasi.
Intervensi :
1). Kaji tingkat pengetahuan
orang tua.
2). Gunakan gambar-gambar atau boneka
untuk menjelaskan prosedur pemasangan kateter menetap, mempertahankan kateter
monitor urin, warna dan kejernihan.
3). Jelaskan tentang pengobatan yang
diberikan, efek samping dan dosis serta waktu pemberian.
4). Ajarkan untuk ekspresi perasaan dan
perhatian tentang kelainan pada penis.
5). Ajarkan orang tua untuk partisipasi
dalam perawatan sebelum dan sesudah operasi.
e. Risiko injuri berhubungan dengan pemasangan
kateter dan pengangkatan kateter.
Tujuan : Injuri tidak terjadi.
Kriteria :
1). Injuri tidak terjadi.
Intervensi :
1). Pastikan kateter pada anak
terbalut dengan benar dan tidak lepas.
2). Gunakan restrain
/pengaman yang tepat pada saat anak tidur atau gelisah.
3). Hindari
alat-alat tenun /yang lainnya yang dapat mengkontaminasi kateter dan penis.
F. Pelaksanaan.
Implementasi menurut Potter and Patricia
(2005) adalah merupakan komponen dari proses perawatan, dimana tindakan yang
dilakukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan, Implementasi sifatnya berkesinambungan dan interaktif dengan
komponen lain dari proses keperawatan, komponen implementasi dari proses
keperawatan mempunyai 5 tahap ; mengkaji ulang, menelaah dan memodifikasi
rencana asuhan keperawatan yang sudah ada, mengidentifikasikan area bantuan,
mengimplementasikan intervensi keperawatan, dan mengkomunikasikan intervensi,
implementasi dari asuhan keperawatan memerlukan keterampilan, pengetahuan
tambahan dan keterampilan interpersonal. Metode dalam implementasi dapat
berubah membantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Penyuluhan kesehatan
digunakan untuk menyajikan prinsip, teknik dan prosedur yang tepat dari perawat
kepada klien dan menginformasikan status. Kesehatan mereka. Metode konseling
digunakan untuk membantu klien. Menggunakan proses pemecahan masalah untuk
mengenali dan menangani stress dan memfasilitasi hubungan interpersonal antara
klien, keluarga dan tim keperawatan, tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan
yang teraupetik mencangkup kompensasi terhadap reaksi tindakan preventif,
teknik yang tepat untuk prosedur tindakan menyelamatkan lingkungan yang
kondusif, memberikan perawatan untuk
menyesuaikan kebutuhan klien dan menstimulasi serta memotivasi klien.
G. Evaluasi.
Evaluasi menurut Potter and Patricia (2005) merupakan proses keperawatan
yang mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan kearah
pencapaian tujuan. Perawat mengevaluasi apakah perilaku /respon klien
mencerminkan suatu kemunduran /kemajuan dalam diagnosa keperawatan
/pemeliharaan status kesehatan. Selama evaluasi perawat memutuskan apakah
proses keperawatan sebelumnya telah efektif dan menelaah respon klien dan membandingkan
dengan perilaku yang disebutkan dalam hasil yang diharapkan selama evaluasi
secara kontinue mengarahkan kembali asuhan keperawatan kearah terbaik untuk
memenuhi kebtuhan klien. Setelah perawat menentukan bahwa hasil yang diharapkan
dan tujuan telah tercapai, perawat mengklarifikasikan evaluasi dengan klien
jika perawat dan klien setuju. Bahwa hasil yang diharapkan telah dipenuhi,
perawat menghentikan rencana asuhan keperawatan tersebut dan asuhan keperawatan
dapat didokumentasikan tetapi ketika tujuan asuhan keperawatan tidak tercapai
maka perawat mengidentifikasikan variabel/faktor-faktor yang mengganggu
pencapaian tujuan, biasanya perubahan dalam kondisi, kebutuhan dan kemampuan
klien memerlukan perubahan intervensi, sehingga perawat menggunakan intervensi
baru dan merevisi hasil untuk memenuhi tujuan asuhan. Ketika tujuan masih
sesuai tetapi belum terpenuhi perawat mungkin merubah tanggal evaluasi untuk
memungkinkan lebih banyak waktu ketika ada kegagalan dalam mencapai tujuan
apapun alasannya keseluruhan urutan proses keperawatan diulang untuk menentukan
perubahan yang harus dibuat untuk meningkatkan, mempertahankan /memulihkan
kesehatan klien.
H. Pertumbuhan dan perkembangan
bermain dan dampak Hospitalisasi dan Nutrisi adalah :
1. Pertumbuhan
dan perkembangan.
Menurut Jupi Supartini (2004). Pertumbuhan
adalah sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran pertumbuhan berhubungan
dengan perubahan pada kuantitas yang maknanya terjadi pada jumlah dan ukuran
sel tubuh yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh
bagian tubuh. Pertumbuhan bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound,
kilogram), ukuran panjang (cm, meter). Sedangkan perkembangan adalah perubahan
terjadi secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ketingkat yang paling
tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran. Perkembangan anak
pada usia 11-12 tahun adalah perode sekolah, pada periode ini perkembangan
fisik lebih cepat dan meningkat.
2. Bermain
Bermain mempunyai beberapa definisi salah
satunya adalah aktivitas dimana anak dapat mempraktekkan dan menyempurnakan
keterampilan memberikan ekspresi terhadap pemikiran menjadi kreatif dan
mempersiapkan diri untuk berperan dalam bermain. Menurut Yupi Supartini (2004)
bermain adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak
sehari-hari karena bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, yang dapat
menurunkan stres anak, media yang baik bagi anak adalah untuk belajar mengenal
dunia sekitarnya dan pentingnya untuk meningkatkan kesejahteraan mental serta serta
sosial anak. Anak pada usia 11-12 tahun sudah sangat abstrak dan simbolik, anak
menikmati aktivitas santai bersama teman sebaya (misalnya permainan kasti),
permainan cenderung memisahkan kedua lawan jenis, mainan. Rough and tumble adalah
ciri khas permainan luar rumah yang tidak terstruktur, minat pribadi, aktivitas
dan hobi berkembang pada saat ini.
3. Dampak
Hospitalisasi
Dampak Hospitalisasi pada anak usia
sekolah 6 sampai 12 tahun pada perawatan anak di RS yaitu anak merasa khawatir
berpisah dengan teman sebaya sekolah, takut kehilangan keterampilan, kesepian,
sendiri. Reaksi terhadap nyeri adalah anak berusaha mengontrol dengan tingkat
laku yaitu menggigit bibir ; mengenggam tangan erat, mengamati yang dikatakan
perawat, ingin tahu alasan tindakan terhadap dirinya, anak takut pada waktu
tidur.
4. Nutrisi
Menurut Yopi Supartini (2004) kebutuhan
untuk anak dengan usia 11 sampai 12 tahun adalah 95 Kkal/Kg Bb. Ada beberapa
karakteristik yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi yang perlu di
perhatikan pada anak usia sekolah adalah nafsu makan bertambah dan anak mulai
menyukai jenis makanan, waktu makan adalah kesempatan yang baik bagi anak untuk
belajar dan bersosialisasi dengan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Markum. (1901). Buku Ajar I Ilmu Kesehatan Anak ; Jilid I. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Penerbit FKUI.
Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit, Edisi 2. Jakarta : EGC.
Price,Sylvia Anderson. (2001). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses
Penyalur,
Edisi 6. Jakarta : EGC.
Edisi 6. Jakarta : EGC.
Supartini,Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Suriadi dan Rita Juliani. (2001).Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi I. Jakarta
: PT. Fajar Interpratama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar