Sabtu, 15 Desember 2012

ASKEP DHF (Dengue hemoragic fever)


TINJAUAN TEORI

A.  Pengertian
Dengue hemoragic fever  ialah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue ( arbo virus) yang masuk kedalam tubuh  melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001 )
Ditinjau dari cara berjangkitnya DHF adalah sejenis penyakit berbahaya yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti. (“http://ms.wikipedia.org/wiki/Demam dengue “  2007)
Demam  berdarah  merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh arbo virus, ditularkan melalui gigitan nyamuk yang ditandai oleh demam mendadak  tanpa sebab disertai gejala lain seperti lemah dan terdapat manifestasi perdarahan. ( Ngastiyah, 1997 ).

B.  Patofisiologi
Menurut DR. Nursalam dkk ( 2005 ), Suriadi dan Rita Yuliani (2001), Ngastiyah (1997 ),  virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, sehingga tubuh  berespon terhadap infeksi virus yaitu demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, mual, pembesaran kelenjar getah bening. Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh kemudian akan bereaksi dengan  antibodi dan terbentuk kompleks antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktifasi sistem komplemen. Akibat aktifasi C3 dan C5, akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran plasma. Selain itu akibat dari infeksi virus  dengue, terjadi depresi sumsum tulang yang mengakibatkan turunnya trombosit, hemoglobin, leukosit. Terjadinya trombositopenia merupakan faktor terjadinya perdarahan. Adapun manifestasi dari perdarahan tersebut dapat berupa petekhie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi sampai perdarahan yang hebat  berupa muntah darah akibat perdarahan lambung, melena dan juga hematuria masif. Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam menurun antara hari ke-3 sampai hari ke-7 dengan tanda-tanda  anak menjadi makin lemah, ujung-ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin dan lembab. Denyut  nadi teraba cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg  atau kurang. Jika keadaan tersebut tidak teratasi dengan baik dapat menyebabkan anoksia jaringan, asidosis metabolik, syok hipovolemik Dengue Syok Syndrome (DSS) dan kematian.
Menurut WHO,  Demam berdarah dengue dikelompokkan menjadi 4 tingkatan sebagai  berikut :
1.      Derajat I :  demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestsi perdarahan pada uji turniquet positif.
2.      Derajat II : seperti derajat I disertai perdarahan spontan pada kulit dan perdarahan lain.
3.      Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya  nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin dan lembab, serta gelisah.
4.      Derajat IV : renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.

C.  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan  menurut Ngastiyah (1997), Suriadi dan Rita Yuliani (2001)
1.      Penatalaksanaan medik
Pada dasarnya pengobatan pasien  demam berdarah dengue bersifat simtomatis. Adapun penatalaksanaan tersebut meliputi :
a.       Pemberian anti-piretik pada keadaan hiperpireksia.
b.      Pemberian luminal jika terjadi kejang-kejang .
c.       Pemberian cairan intravena.
d.      Pemeriksaan hematokrit, hemoglobin dan trombosit setiap hari.
e.       Pemberian transfusi darah atau trombosit pada perdarahan gastro intestinal  yang hebat.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a.       Tirah baring.
b.      Diet makanan lunak.
c.       Memberikan minum yang banyak, dianjurkan 1,5-2 liter dalam 24 jam.
d.       Pemantauan tanda-tanda vital.
e.        Pemantauan intake dan output cairan.
f.        Pemantauan perdarahan.

D. Pengkajian                       
Pengkajian pada klien dengan DHF menurut DR. Nursalam dkk ( 2005 ) sebagai berikut :
1.      Idenitas pasien
Nama,  umur ( pada DHF paling sering menyerang anak – anak dengan usia kurang dari 15 tahun ), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.
2.      Keluhan utama
Keluhan yang umum terjadi pada pasien DHF untuk datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi dan lemah.
3.      Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan kesadaran kompos mentis,kemudian panas turun terjadi antara hari ke tiga sampai hari ke tujuh, dan kondisi klien semakin lemah. Kadang – kadang
disertai dengan keluhan sakit kepala, nyeri otot, gangguan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan bola mata terasa pegal, batuk pilek, nyeri saat menelan, mual, muntah, anoreksia, diare / konstipasi, sakit kepala, serta adanya menifestasi perdarahan pada kulit, gusi ( grade III, IV ), melena atau hematemesis.
4.      Riwayat penyakit yang pernah di derita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF bisa mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
5.      Riwayat imunisasi
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
6.      Riwayat gizi
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
7.      Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).
8.      Pola kebiasaan
a.       Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang.
b.      Eliminasi BAB : kadang – kadang mengalami diare / konstipasi. Sementara DHF pada grade III – IV bisa terjadi melena.
c.       Eliminasi urine BAK : apakah sering kencing, sedikit / banyak, sakit / tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d.      Tidur dan istirahat : sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit / nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang.
e.       Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk.
f.       Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga kesehatan. 
9.      Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan fisik adalah sebagai berikut:
a.       Grade I : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda vital dan nadi lemah.
b.      Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
c.       Grade III : keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
d.      Grade IV : kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
10.  Sistem integumen
a.       Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun dan muncul keringat dingin, serta lembab.
b.      Kuku sianosis / tidak.
c.       Kepala dan leher : kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam, mata anemis, hidung kadang mengalami pendarahan ( epitaksis ) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri tekan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telinga ( pada grade II, III, IV ).
d.      Dada : bentuk simetris dan kadang – kadang terasa sesak. Pada foto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan ( efusi pleura ), rales +, ronchi + yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.
e.       Abdomen : mengalami nyeri tekan, teraba adanya pembesaran hati ( hepatomegali ), dan acites.
f.       Ekstremitas : akral dingin serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

E.  Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2001), pemeriksaan yang dilakukan yaitu :
1.      Darah Lengkap : Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau lebih), trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang).
2.                  Serologi : Uji HI ( hemoaglutination inhibition test ).
3.                   Rontgen thorax : effusi pleura.

F.  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien dengan DHF menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2001) :
1.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
2.      Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak nafsu makan.
4.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi pasien.
5.      Hipertermia berhubungan dengan infeksi virus.

G.  Perencanaan
Menurut Suriadi dan Rita Yuliani(2001), Ngastiyah (1997)

DX I : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
Tujuan : mencegah terjadinya kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil : pasien menunjukkan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan cairan.
Intervensi :
a.       Observasi tanda-tanda vital paling sedikit tiap empat jam.
b.      Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis,  
 produksi urine menurun.
c.        Observasi dan catat intake dan output..
d.      Berikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh
e.        Monitor nilai laboratorium : elektrolit darah, BJ urine, serum albumin.
f.       Pertahankan intake dan output yang adekuat.
g.      Monitor dan catat berat badan.
h.      Monitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam.
i.        Kurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (insensible water loss/IWL).

DX II : perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan : perfusi jaringan perifer adekuat.
Kritera hasil : pasien menunjukan tanda – tanda perfusi jaringan yang adekuat.
Intervensi :
a.       Kaji dan catat tanda  tanda vital ( kualitas dan frekuensi denyut nadi, tekanan darah, kapillery refill ).
b.      Kaji dan catat sirkulasi pada ekstremitas ( suhu, kelembapan, dan warna   kulit ).
c.       Nilai kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.

DX III : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak nafsu makan.
Tujuan : kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil : pasien menunjukkan tanda-tanda nutrisi yang adekuat.
Intervensi :
a.       Monitor adanya perubahan berat badan, mual, muntah.
b.      Berikan makanan yang mudah dicerna seperti bubur dan hidangkan dalam keadaan hangat.
c.       Berikan porsi makan sedikit tapi sering hingga terpenuhi jumlah asupan makanan dalam tubuh.
d.      Berikan obat antiemesis sesuai dengan program/ ketentuan bila perlu.
e.        Berikan alternatif nutrisi yang dapat meningkatkan kadar trombosit.

DX IV : perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi pasien
Tujuan : support koping keluarga adaptif.
Kriteria hasi : keluarga menunjukkan koping yang adaptif.
Intervensi :
a.       Kaji perasaan dan persepsi orang tua terhadap situasi yang penuh stress..
b.      Ijinkan keluarga untuk memberikan respon secara panjang-lebar dan identifikasi faktor yang paling mencemaskan keluarga.
c.       Identifikasi koping yang biasa digunakan dan seberapa besar keberhasilannya dalam mengatasi keadaan.
d.      Tanyakan kepada keluarga apa yang dapat dilakukan untuk membuat anak atau keluarga agar menjadi lebih baik, dan jika memungkinkan memberikan apa yang diminta oleh keluarga.
e.       Penuhi kebutuhan dasar pasien : jika pasien sangat tergantung dalam melakukan aktifitas sehari-hari, ijinkan hal ini terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama, kemandirian anak dalam memenuhi kebiruhan dasarnya.

DX V : hipertermia berhubungan dengan infeksi virus.
Tujuan : mempertahankan suhu tubuh normal.
Kriteria hasil : pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a.       Monitor perubahan suhu tubuh, nadi, pernapasan serta tekanan darah.
b.      Gunakan pakaian yang tipis untuk membantu penguapan.
c.       Berikan antipiretik dan antibiotik sesuai dengan ketentuan.
d.      Libatkan keluarga dan ajarkan cara melakukan kompres yang benar serta evaluasi perubahan suhu.

H. Implementasi
Implementasi ini disusun menurut Patricia A. Potter (2005)
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun / ditemukan, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dapat terlaksana dengan baik dilakukan oleh pasien itu sendiri ataupun perawat secara mandiri dan juga dapat bekerjasama dengan anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan fisioterapis. Perawat memilih intervensi keperawatan yang akan diberikan kepada pasien. Berikut ini metode dan langkah persiapan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat :
1.      Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan
2.      Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan
3.      Menyiapkan lingkungan terapeutik
4.      Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
5.      Memberikan asuhan keperawatan langsung
6.      Mengkonsulkan dan memberi penyuluhan pada klien dan keluarganya.
Implementasi membutuhkan perawat untuk mengkaji kembali keadaan klien, menelaah, dan memodifikasi rencana keperawatn yang sudah ada, mengidentifikasi area dimana bantuan dibutuhkan untuk mengimplementasikan, mengkomunikasikan intervensi keperawatan. Implementasi dari asuhan keperawatan juga membutuhkan pengetahuan tambahan keterampilan dan personal. Setelah implementasi, perawat menuliskan dalam catatan klien deskripsi singkat dari pengkajian keperawatan, prosedur spesifik dan respon klien terhadap asuhan keperawatan atau juga perawat bisa mendelegasikan implementasi pada tenaga kesehatan lain termasuk memastikan bahwa orang yang   didelegasikan   terampil   dalam tugas  dan  dapat    menjelaskan    tugas  sesuai dengan standar keperawatan.

I. Evaluasi
Evaluasi keperawatan ini disusun menurut Patricia A. Potter (2005)
Evaluasi merupakan proses yang dilakuakn untuk menilai pencapaian tujuan atau menilai respon klien terhadap tindakan leperawatan seberapa jauh tujuan keperawatan telah terpenuhi. Pada umumnya evaluasi dibedakan menjadi dua yaitu evaluasi kuantitatif dan evaluasi kualitatif. Dalam evalusi kuantitatif yang dinilai adalah kuatitas atau jumlah kegiatan keperawatan yang telah ditentukan sedangkan
evaluasi kualitatif difokoskan pada masalah satu dari tiga dimensi struktur atau sumber, dimensi proses dan dimensi hasil tindakan yang dilakukan.
Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut :
1.      Mengumpulkan data keperawatan pasien
2.      Menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan pasien
3.      Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
   dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
4.      Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal    
 yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Nettina, Sandra M. Pedoman praktik keperawatan. Alih bahasa Setiawan,dkk. Jakarta, 2001

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : Ilmu kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI,1985

Wong, Donna L, Marilyn Hockenberry Eaton, Wilson Winkelstein, Wong’s essentials of pediatric nursing,America,Mosby,2001


Tidak ada komentar:

Posting Komentar