TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Hidrosefalus adalah keadaan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis karena adanya tekanan intracranial yang
meningkat sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebrospinalis
( Ngastiyah, 1997 ).
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebrospinalis
dalam ventrikel serebral ruang subaracknoid atau ruangsubdural ( Suradi, 2001
).
Hidrosefalus adalah akumulasi berlebih dari cairan
serebrospinalis dalam system ventrikel
yang mengakibatkan dilatsi positif pada ventrikel, ( Donna L. Wong, 2003 ).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa hidrosefalus adalah bertambahnya cairan serebrospinalis pada otak yang diakibatkan oleh meningkatnya
tekanan intracranial dan akumulasi cairan serebrospinal ventrikel serebral,
ruang subaracknoid dan subdural.
B. Patologis
Hidrosefalus terjadi karena adanya ganguan asoubsi cairan
serebrospinal pada subaracknoid dan atau adanya obstruksi dalam ventrikel yang
mencegah cairan serebrospinalis masuk kerongga subaracknoid karena infeksi,
perdarahan atau kelainan bentuk perkembangan otak janin. Cairan terakumulasi
dalam ventrikel dan mengakibatkan dilatasi ventrikel serebral dan penekanan
organ-organ dalam otak. Komplikasi yang terjadi pada hidrosefalus yaitu peningkatan
tekanan intrakaranial, kerusakan otak, inspeksi septikemia, endokarditis,
defritis, ventrikautis , abses otak, hematom subdural, peritonitis, sehingga
tidak berfungsi degan baik akibat
obstruksi mekanik dan dapat mengakibatkan kematian.
C. Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan Diagnostik : ukuran lingkar kepala, CT
scan dan MRI menunjukan pembesaran / dilatasi ventrikel serebral.
2. Penatalahsanan
terapietik
Tujuan pengobatan yaitu untuk mengurangi hidrosefalus,
menangani komplikasi, mengatasi efek dari hidrosefalus atau gangguan
perkembangan piñata laksanaan terdiri dari :
a. Non bedah : pemberian acetazdomide dan isosorbide atau
furosemid untuk mengurangi produksi cairan serebrosfinalis.
b. Pembedahan : pengagkatan penyebab obstruksi misalnya :
neoplasma, kista atau hematoma. Pemasangan shunt yang bertujuan untuk mengalirkan cairan serebrospinalis yang
berlebihan dari ventrikel keruang ekstra
cranial, misalnya keronga peritoneum, atrium kanan dan ronga pleura.
Penatalaksanan medis
a. Fisioterapi
b. Tindakan pembedahan
c. Obat-obatan
D. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
2. Mengkaji adanya pembesaran kepala, vena terlihat jelas
pada kulit kepala, bunyi craked pot pada pemeriksaan palpasi, tanda-tanda
setting sun ( seperti matahari tenggelam ). Penurunan kesadaran, opistotonus
dan spastic pada ekstremitas bawah terdapat adanya gejala-gejala seperti mual,
muntah, pusing, dan papilla edema.
3. Kaji lingkar kepala ( ada atau tidaknya peningkatan
lingkar kepala )
4. Kaji bentuk ubun-ubun, bila menangis ubun-ubun
menonjol atau tidak
5. Kaji adanya perubahan TTV khususnya pernafasan.
6. Kaji pola tidur, prilaku dan intrasi.
E. Diagnosa keperawatan
1. perubahan perpusi jaringan serebral b/d meningkatnya
volume cairan, serebrospinalis, meningkatnya tekana intracranial.
2. resiko injuri b/d pemasangan shunt
3. perubahan persepsi sensori b/d peningkatan tekanan
intracranial.
4. resiko infeksi b/d efek pemasangan shunt.
F. Perencanaan
1. DX 1
Tujuan : mencegah
komplikasi
KH : anak tidak menunjukan adanya tanda-tanda komplikasi
dan perfusi jaringan cerebral
Intervensi :
1. Mengukur lingkar kepala tiap 8 jam
2. mengatur posisi klien miring kearah yang tidak
dilakukan tindakan oprasi.
3. menjaga posisi kepala sejajar dengan tempat tidur untuk
mengurangi TIK yang tiba-tiba.
4. mengobservasi dan menilai fungsi neorologis
5. Observasi TTV
6. catat dan laporkan jika ditemukan adanya tanda-tanda
perubahan tingkah laku seperti mudah marah, penurunan kesadaran dan perubahan
TTV.
2. DX 2
Tujuan : Injuri dapat dicegah
KH : Daerah / alat pemasangan tepat berada pada tempat
pemasangan shunt sesuai program.
Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam dan catat kalau
dadaperubahan TTV
2. monitor daerah sekitar pemasangan Shunt / atau daerah
operasi terhadap adanya tanda-tanda kemerahan dan pembengkakan
3. Pertahankan alat pemasangan shunt tepat dalam kondisi
yang baik
4. lakukan pemijatan pada selang shunt untuk menghindari
sumbatan
3. DX 3
Tujuan : mencegah terjadinya perubahan persepsi sensori
KH : anak tidak menunjukan tanda-tanda perubahan sensori
Intervensi
1. ukur lingkar kepala tiap 8 jam
2. monitor kondisi pontanel
3. mengatur posisi anak kearah yang tidak dilakukan
pembedahan.
4. Observasi TTV tiap 4 jam khususnya peningkatan suhu
tubuh, penurunan kesadaran dan
mudah marah.
5. lakukan
pemijatan pada shunt untuk menghindari sumbatan awal.
4. DX 4
Tujuan : diharapkan infeksi tidak terjadi
KH : anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi
Intervensi
1. Observasi TTV tiap 4 jam khususnya peningkatan suhu
tubuh, penurunan kesadaran dan mudah marah.
2. Monitor daerah luka post op terhadap adanya tanda
kemerahan dan pembengkakan
3. lakukan pemijatan pada shunt untuk menghindari
sumbatan awal.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Alimul, A. Aziz (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I.
Jakarta : EGC.
Robert M. Kliegman, Ann
M.Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak.
Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.
Supartini,
Yupi. ( 2004 ). Buku Ajar Konsep Dasar
Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
Tucker, Martin Susan
(1998). Patien Care Standars :Nursing
Process, Diagnosis, and Outcome (Yasmin, penerjemah). Mosby (sumber asli
diterbitkan 1992).
Wong, L, Donna. (2004 .Clinical Manual of Pediatric Nursing. (Monica
Ester, penerjemah). Mosby. (Sumber asli diterbitkan 1996).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar