Minggu, 07 April 2013

ASKEP HNP (Hernia Nukleolus Pulposus)


TINJAUAN TEORI


A.  Pengertian

Hernia Nukleolus Pulposus adalah suatu keadaan damana tulang anulus dan nukleus berkurang keelastisannya hingga mengakibatkan herniasi dari nukleus hingga anulus yang menekan serabut saraf spinal dan menimbulkan rasa sakit ( Long, 1996)
Hernia Nukleolus Pulposus adalah hernia yang terjadi pada sumsum tulang belakang. Hernia ini terjadai karena nukleus pulposus yang berada diantara dua tulang belakang menonjol keluar ( Oswari, 2000 )
Hernia Nukleolus Pulposus adalah herniasi yang banyak terjadi pada L4 – L5 atau tulang antara L5 – S1 yang menimbulkan nyeri punggungbawah disertai derajat gangguan sensorik dan motorik ( Brunner &  Suddarth, 2001 )

Dari beberapa definisi di atas  dapat disimpulkan bahwa Hernia Nukleolus Pulposus adalah suatu keadaan dimana terganggunya saraf-saraf tulang belakang khususnya daerah lumbal sehingga menyebabkan perasaan nyeri daerah punggung yang dapat menjalar ke daerah ekstremitas.


B.  Patofisiologi
Herniasi Discus Intervertebralis ke segala arah dapat terjadi akibat trauma atau stres fisik. Herniasi ke arah superior atau inferior melalui lempeng kartilago masuk ke dalam korpus vertebra dinamakan sebagai Nodul Schmorl ( biasanya dijumpai secara insidentil pada gambaran radiologi atau otopsi ). Kebanyakan herniasi terjadi pada arah posterolateral  sehubungan dengan faktor-faktor : nukleus pulposus yang cenderung terletak lebih jauh di posterior dan adanya ligamentum longitudinalis posterior yang cenderung memperkuat anulus fibrosus di posterior tengah. Peristiwa ini dikenal juga dengan berbagai sebutan lain seperti ; ruptur anulus fibrosus, hernia nulleus pulposus, ruptur discus,  hernia discuc dan saraf terjepit.
Mula-mula nukleus pulposus mengalami herniasi melalui cincin konsentrik anulus fibrosus yang robek, dan menyebabkan cincin lain di bagian luar yang masih intak menonjol  setempat ( Fokal ). Keadaan seperti ini dinamakan sebagai Protusio Discus. Bila proses tersebut berlanjut, sebagai materi nukleus kemudian akan menyusup keluar dari discus ( discus Ekresi ) ke anterior ligamen longitudinalis posterior ( herniasi discus fragmen bebas ).
Biasanya protusio ekstraksi discus posterolateral akan menekan akar saraf ipsilateral pada tempat keluarnya saraf dari kantong deva ( masalnya herniasi discus L4 – L5 kiri akan menjepit akar saraf  L5 kiri ). Jepitan saraf akan menampilkan gejala dan tanda redikuler sesuai dengan distribusi persarafannya. Herniasi discus sentral  yang signifikan dapat melibatkan beberapa elemen Kauda Equina pada kedua sisi, sehimgga menampilkan rRadiokulopatia bilateral atau bahkan juga gangguan sfingter seperti retensio urine.
Klasifikasi Hernia Discus tergantung pada lokasi yang terkena adalah L5, nyeri yang terjadi di atas sendi sakroiliaka, panggul, lateral paha dan betis, medial kaki ( nyeri yang menjalar turun dari panggul dan tungkai disebut Ishalgia )
Kelemahannya dapat mengakibatkan Foot drop dan kerusakan melakukan dorsofleksi kaki dan atau ibu jari  kaki kesukaran berjalan pada tumit, parastenia terjadi di lateral tungkai bagian distal kaki dan antara ibu jari tengah kaki. Atropi tidak jelas, refleks biasanya tidak nyata, refleks lutut atau pergelangan kaki dapat hilang.

C.  Penatalaksanaan
            Penatalaksanaan pada Hernia Nukleolus Pulposus terdiri dari penatalasanaan medis ( penatalaksanaan pembedahan ) dan penatalaksanaan keperawatan pre dan post oporasi.
a.       Penatalaksanaan Medis ( pembedahan ) pada region lumbal meliputi eksisi discus lumbal melalui Laminectomy posterolateral dan tehnik Mikrodisektomy baru dan Disektomy perkutaneus. Mikrodisektomy menggabungkan operasi dengan Mikroskop untuk melihat potongan yang terganggu dan menekan akar saraf. Ini dilakukan dengan sayatan kecil ( 2,5 cm )dan kehilangan darah sedikit dan dilakukan sekitar 30 menit. Umumnya menbutuhkan waktu perawatan di rumah sakit dalam waktu yang pendek dan pasien lebih cepat pulih.
Disektomy perkutaneus  merupakan pengobatan alternatif pada herniasi potongan Intervertebral pada spinal lumbal tingkat L4 – L5. Salah satu pendekatan dalam pelaksanaannya  denagn menyayat 2,5 cm daerah di atas kepala Iliaka. Sebuah selang, trokar atau kanul dimasukkan dengan bantuan sinar X melalui ruang Retroperitoneal untuk masuk ke dalam ruang diskus. Panjang instrumen harus digunakan untuk mengangkat diskus. Operasi menggunakan waktu sekitar 15 menit. Kehilangan darah dan nyeri minimal dan pasien umumnya keluar dalam dua hari setelah pembedahan. Kerugian prosedur  ini meliputi kemungkinan kerusakan pada lokasi struktur  yang dilalui dalam pembedahan.

b.  Penatalaksanaan keperawatan
1.  Pre operasi 
Kebanyakan pasien takut dilakukan pembedahan pada bagian spinal. Dan dengan demikian membutuhkan keyakinan ( bahwa pembedahan tidak melemahkan bagian belakang tubuh ) dan menjelaskan seluruh proses. Bila data dikumpulkan berupa riwayat kesehatan beberapa keluhan nyeri, parastersia, dan spasme otot perlu dicatat untuk memberikan dasar sebagai perbandingan setelah pembedahan. Pengkajian pra operasi harus juga meliputi evaluasi pada gerakan eksstremitas. Demikian pula fungsi kandung kemih dan usus besar. Untuk memfasilitasi prosedur membalik pra operasi pasien diajarkan berbalik dengan cara serempak satu kesatuan ( digelinding ) sebagai bagian persiapan pra operasi. Bentuk-bentuk lain cara yang dilakukan pasca operasi yang harus dilatih sebelum pembedahan adalah nafas dalam, batuk, dan latihan otot-otot yang akan membantu mempertahankan tonus otot.


2.      Pasca operasi
Setelah eksisi lumbal discus, maka perlu dilakukan pengecekan dengan sering terhadap tanda-tanda vital dan luka terhadap adanya perdarahan karena cidera vaskular adalah komplikasi pembedahan diskus perlu juga dievaluasi sensasi dan kekuatan motorik pada ekstremitas bawah secara teratur dan spesifik deemikian pula dengan warna dan temperatur kaki dan sensasi jari-jari kaki. Selain itu penting juga untuk mengkaji kemungkinan retensi urine. Tanda-tanda yang mungkin , terjadi kerusakan neurologik. Dapat diajarkan kepada klien tentang bagaimana membalikkan tubuh di atas tempat tidur dan dijelaskan agar melkukan latihan secara rutin. Hindarkan duduk kecuali untuk defekasi. Posisi lutut yang fleksi sedikit dapat memberikan relaksasi otot bagian belakang tubuh. Klien dibantu untuk bergerak dari satu sisi ke sisi yang lain yang bertujuan untuk mengurangi tekanan. Tetapi lebih dahuklu diyakinkan bahwa tidak ada cidera yang diakibatkan oleh perpindahan posisi. Membalikkan klien dilakukan dengan tubuh sebagai kesatuan unit ( digelindingkan ) tanpa adanya lekukan pada bagian punggung.
D.  Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan Hernia Nukleolus Pulposus menurut Marillyn E. Doenges, 2001 adalah :
1.  Aktivitas/ istirahat
Klien mempunyai riwayat pekerjaa yang perlu mengangkat benda berat, dudukmengemudi dalam waktu lama. Membutuhkan papan atau metras keras saat tidur, penurunan rentang gerak dari ektremitas pada salah satu bagian tubuh. Tidak mampu mekukan aktivitas yang biasanya dilakukan. Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena dan gangguan dalam berjalan.
2.  Eleminasi
Konstipasi, mengalami kasakitan dalam defekasi, adanya inkontinensia/ retensi urine.
3.  Neurosensori
Kesemutan, kekakuan, kelemahan tangan dan kaki, penurunan refleks tendon dalam, kkelemahan otot, hipotonia, nyeri tekan,/ spasme otot paravertebralis dan penurunan persepsi nyeri.
4.  Nyeri/ ketidaknyamanan
Nyeri seperti tertusuk pisau yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, membungkukkan badan, mengangkat, defekasi, mengangkat kaki, atau fleksi pada leher. Nyeri yang tidak ada hentinya atau adanya episode nyeri yang lebih berat secara intermitten, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong ( lumbal ) atau bahu/ lengan, kaku pada leher ( servical ).
Terdengar adanya suara “krek” saat nyeri bahu timbul/ saat trauma atau merasa “punggung patah”, keterbatasan untuk mobilisasi/ membungkuk ke depan. Sikap : dengan cara bersandar pada bagian tubuh yang terkena. Perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincang-pincang. Pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena.
5.  Keamanan
Adanya riwayat masalah “punggung” yang baru saja terjadi.
6.  Pembelajaran
Gaya hidup monoton atau hiperaktif.
Rencana pemulangan : mungkin memerlukan bantuan dalam transportasi, perawatan diri dan menyelesaikan tugas-tugas rumah.

E.  Pemeriksaan penunjang
1.  Foto Ronsen spinal : memperlihatkan adanya perubahan degeneratif pada tulang
 belakang/ ruang intervertebralis atau mengesampingkan kecurigaan petologis lain seperti tumor, osteomielitis.
2.      Elektromielografi : dapat melokalisasi lesi pada yingkat akar saraf spinal utama yang terkena
3.      Venogram epidural : dapat dilakukan pada kasus dimana keakuratan dari Miografi terbatas.
4.      Fungsi lumbal : mengesampingkan kondisi yang berhubungan, infeksi, adanya darah.
5.      Tanda Le Seque (tes dengan mengangkat klaki lurus ke depan ) mendukung diagnosa awal dari herniasi Diskus Intervertebralis ketika muncul nyeri pada kaki posterior.
6.      CT Scan : dapat menunjukkan kanal spinal yamg mengecil, adanya potensi Discus Intervertebralis.
7.      MRI : pemeriksaan non inpasif yang dapat menunjukkan adanya perubahan tulang dan jaringan dan dapat memperkuat bukti adanya Herniasi Discus.
8.      Mielogram : mungkin normal atau memperlihatkan “penyempitan”  dari ruang discus menentukan lokasi dan ukuran Herniasi secara spesifik.

F.  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada Hernia Nukleolus Pulposus adalah :
1.      Nyeri akut/ kronis yang dapat dihubungkan dengan agen pencedera fisik, kompresi saraf, cedera otot.
2.      Kerusakan mobilitas fisik yang dapat dihubungkan dengan nyeri dan ketidaknyamanan, spasme otot, terapi restriktif misalnya : tirah baring, traksi, kerusakan neurovaskuler.
3.      Anxietas/ koping, individual, takefektif yang dapat dihubungkan dengan situasi krisis, ststus sosioekonomik, peran fungsi gangguan berulang dengan nyeri terus menerus , ketidak adekuatan relaksasi, latihan sedikit atau tidak sama sekali, ketidak adekuatan metode koping.
4.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan tindakan yang dapat dihubungkan dengan keselahan informasi, keselahan interpretasi, informasi kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi.


G.  Perencanaan
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan dilanjutkan dengan penyusunan rencana untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas dagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :
1.      Nyeri akut/ kronis yang dapat dihubungkan dengan agen pencedera fisik, kompresi saraf, spasme otot
Tujuan  :  Nyeri akut/ kronis hilang/ berkurang
Kriteria hasil   :
      a).  Klien tampak rileks dan melaporkan nyeri hilang/ berkurang
b).  Mengungkapkan metode yang memberikan penghilangan.
c).  Mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik ( mis : keterampilan relaksasi modifikasi prilaku ) untuk menghilankan nyeri.

Intervensi keperawatan  :
a).  Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi, lama serangan, faktor pencetus/ yang memperberat. Minta pasien untuk menetapkan pada skala 0 – 10
b).  Mempertahan tirah baring selama fase akut. Letakkan pasien pada posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggan dan lutut dalam keadaan fleksi; posisi terlentang dengan atau tanpa meninggikan kepala 10º - 30º atau pada posisi lateral.
c).  Gunakan logroll ( papan ) selama melakukan perubahan posisi.
d).  Bantu pemasangan brace/ Korset.
e).  Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan.
f).  Letakkan semua kebutuhan, termasuk bel panggil dalam batas yang mudah dijangkau oleh pasien.
g).  Instruksikan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi/ visualisasi
h).  Instruksikan untuk melkukan mekanika tubuh/ gerakan yang tepat.
i).   Berikan kesempatan untuk berbicara/ mendengarkan masalah pasien.

Intervensi kolaborasi  :
a).  Berikan tempat tidur ortopedik/ letakkan papan di bawah kasur/ matras.
b).  Berikan obat sesuai dengan kebutuhan.
c).  Pasang penyokong fisik seperti Brace lumbal, Kolar servikal.
d).  Pertahankan traksi jika diperlukan.
e).  Konsultasikan dengan ahli terapi fisik.
f).  Berikan instruksi tertentu pada pasca prosedur Mielografi jika perlu seperti : jaga jangan sampai aliran terlalu cepat, posisi tidur datar atau ditinggikan 30º sesuai indikasi selama beberapa jam.
g).  Bantu untuk persiapan pemasangan TENS.
h). Rujuk ke klinik nyeri

2. Kerusakan mobilitas fisik yang dapat dihubungkan dengan nyeri dan ketidaknyamanan, spasme otot terapi restriktif misalnya : tirah baring, trajsi, kerusakan neurovaskuler.
Tujuan  :  Tidak  terjadi kerusakan mobilitas fisik.


Kriteria evaluasi  : 
a).  Klien mengungkapkan pemahaman tentang situasi/ faktor risiko dan aturan pengobatan individual.
b).  Mendemonstrasikan tehnik prilaku yang mungkin
c).  Mempetahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit dan atau kompensasi.

Intervensi mandiri  :
a).  Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik.
b).  Catat respon emosi/ prilaku pada imobilisasi. Berikan aktivitas yang sesuai dengan pasien.
c).  Ikuti aktivitas/ prosedur dengan metode istirahat. Anjurkan pasien untuk tetap ikutberperan serta dalam aktivitas sehari-hari dalam keterbatasan individu.
d).  Bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif.
e).  Anjurkan pasien untuk melatih kaki bagian bawah/ lutut. Nilai adanya edema, erytema pada ekstremitas bawah.
f).  Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif.
g).  Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti  alat bantu jalan, tongkat.
h).  Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelahsetiap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit di bawah Brace, dengan periode waktu tertentu.

Intervensi Kolaborasi  :
a).  Berikan obat menghilangkan nyeri kira-kira 30 menit sebelum memindahkan/ melukukan ambulasi pasien.
b).  Pakaikan stokoing anti emboli

3.  Anxietas/ koping, individual, takefektif yang dapat dihubungkan dengan krisis situasi, status sosioekonomi, peran fungsi. Gangguan berulang dengan situasi nyeri terus menerus, ketidak adekuatan relaksasi, latihan sedikit atau tidak sama sekali, ketidak adekuatan metode koping.
Tujuan  :  Cemas/ anxietas hilang/  berkurang.
Kriteria evaluasi  :
a).  Klien tampak rileks dan melaporkan anxietas berkurang pada tingkat dapat diatasi.
b).  Mengidentifikasi ketidak efektifan prilaku koping dan konsekuensinya.
c).  Mengkaji situasi terbaru dengan akurat.
d).  Mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalah.
e).  Mengembangkan remcana untuk perubahan gaya hidup yang perlu.

Intevensi mandiri  :
a).  Kaji tingkat anxietas pasien.
b).  Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur.
c).  Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan masalah yang dihadapinya seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan dalam pekerjaan/ finansial, perubahan peran dan tanggung jawab.
d).  Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
e).  Catat prilaku dari orang terdekat/ keluarga yang meningkatkan “peran sakit” pasien.

Intervensi Kolaborasi  :
Rujuk pada kelompok penyokong yang ada, pelayanan sosial, konselor pinansial/ konselor kerja, psikoterapi dan sebagainya.
4.  Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan tindakan yang dapat dihubungkan dengan kesalahan informasi, kesalahan interpretasi, informasi kurang mengingat, tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Tujuan  :  Klien mengetahui, mengerti, tentang kondisi, prognosis dan tindakan yang akan dilakukan.
Kriteria evaluasi  : 
a).  Klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis dan tindakan.
b).  Melakukan kembali perubahan gaya hidup.
c).  Berpartisipasi dalam aturan tindakan.

Intervensi mandiri  :
a).  Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis serta pembatasan kegiatan seperti hindari mengemudikan kendaraan dalam periode waktu yang lama.
b). Berikan informasi tentang berbagai hal serta instruksikan pasien untuk melakukan perubahan “dinamika tubuih”  tanpa bantuan dan juga melakukan latihan termasuk informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong.
c).  Diskusikan mengenai pengobatan dan beberapa efek sampingnya.
d).  Anjurkan untuk menggunakan papan/ matras yang keras. Bantal kecil yang agak datar di bawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan hindari posisi terlungkup.
e).  Diskusikan mengenai kebutuhan diet.
f).  Hindari pemakaian pemanas dalm waktu yang lama.
g).  Lihat kembali pemakaian kolar leher yang lunak.
h).  Anjurkan untuk melakukan evaluasi medis secara teratur.
i).   Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu untuk dilaporkan pada evaluasi berikutnya seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi/ kemampuan untuk berjalan.
j). Kaji kemungkina untuk melakukan penanganan alternatif seperti  Kemonukleolisis, intevensi pembedahan.

H.  Impelentasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan mandiri dasar berdasarkan ilmiah., masuk akal dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang bermanfat bagi klien, berhubungan dengan dignosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan.. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dfapat berupa tindakan mandiri maupun kolaborasi.
Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan  klien, validasi rencana keperawatan,  menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang akan dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan yang dilakukan  pada pasien dan persepsi pasien harus didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.

I.  Evaluasi
Evaluasi merupan tahap akhir dari proses keperawatan yang berguna untuk mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai berdasarkan standar/kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting dalam proses keperawatan karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali dan dimodifikasi.Evaluasi harus memahami objektifitas, reliabilitas dan validitas dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat.
Evaluasi keperawatan ada dua macam yaitu evaluasi formatif ( proses ) yaitu evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan  keperawatan. Sedangkan evaluasi sumatif ( hasil ) adalah evaluasi yang  dilakukan untuk mengikur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir pemberian asuhan.



DAFTAR PUSTAKA


Brunner and suddart. ( 2002 ). Text Book of medical – Surgical Nursing ( Agung, Penerjemah ). Philadelphia : Raven ( sumber asli diterbitkan 1997 )

Carpenito Lynda Juall. ( 2000 ). Hand Book of Nursing Diagnosis. ( Monica Ester, Penerjemah) Philadelphia. PA 19106.USA ( sumber asli diterbitkan 1999 )

Doengoes, m ( 2000 ). Nursing Care Planns ( I made, Penerjemah ). Philadelphia. F.A Davis Company. ( sumber asli diterbitkan 2002 )

E. Osuwari ( 2000 ). Bedah dan Perawatannya. Balai Penerbit FKUI Jakarta





Tidak ada komentar:

Posting Komentar