Sabtu, 06 April 2013

ASKEP ATRESIA ANI


TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Atresia ani adalah malformasi kongenital antara rectum tidak mempunyai lubang keluar ( Wong, 1996 )
Atresia ani adalah tidak komplitnya perkembangan embrionik pada distal usus         ( anus ) atau tertutupnya anus secara abnormal ( Suriadi, Rita Yuliani, 2001 )
Atresia ani adalah anus imperforata merupakan malformasi kongenital berupa defek perkembangan embriologis akibat tidak lengkapnya penutupan septum urorectal dan tidak berkembangnya protoderm ( Fitri Purwanto, 2001 )
Berdasarkan ketiga pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa atresia ani adalah merupakan suatu kelainan malformasi konginital dimana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus.

B. Patofisiologi
Terjadinya anus imperforata karena kelainan kongenital dimana saat proses perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang juga akan berkembang jadi genitourinary dan struktur anorectal. Atresia anal ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 – 10 minggu selama perkembangan janin. Kegagalan migrasi tersebut juga karena gagalnya agenesis sacral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses abstruksi. Anus imperforata dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.

Klasifikasi kelainan anorectum adalah sebagai berikut :
a.       Membran anal
b.      Anus Imperforatus rendah ( mungkin dengan fistel ke perineum anterior )
c.       Anus Imperforatus tinggi dapat terjadi :
-          Fistel recto vagina
-          Fistel recto uretral
d.      Atresia rectum

C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan atresia ani menurut Aziz Alimul Hidayat         ( 2006 ), Suriadi dan Rita Yuliani  ( 2001 ), Fitri Purwanto ( 2001 ) adalah sebagai berikut :
1.      Penatalaksanaan Medis
a.       Therapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek. Untuk anomaly tinggi dilakukan colostomi beberapa hari setelah lahir, bedah definitifnya yaitu anoplasti perineal ( prosedur penarikan perineum abdominal ). Untuk lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit anal, fistula bila ada harus ditutup. Defek membranosa memerlukan tindakan pembedahan yang minimal yaitu membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau scalpel.
b.                  Pemberian cairan parenteral seperti KAEN 3B
c.       Pemberian antibiotic seperti cefotaxim dan garamicin untuk mencegah infeksi pada pasca operasi.
d.                  Pemberian vitamin C untuk daya tahan tubuh.
2.      Penatalaksanaan Keperawatan
a.       Monitor status hidrasi ( keseimbangan cairan tubuh intake dan output ) dan ukur TTV tiap 3 jam.
b.      Lakukan monitor status gizi seperti timbang berat badan, turgor kulit, bising usus, jumlah asupan parental dan enteral.
c.       Lakukan perawatan colostomy, ganti colostomybag bila ada produksi, jaga kulit tetap kering.
d.                  Atur posisi tidur bayi kearah letak colostomy.
e.       Berikan penjelasan pada keluarga tentang perawatan colostomy dengan cara membersihkan dengan kapas air hangat kemudian keringkan dan daerah sekitar ostoma diberi zing zalf, colostomybag diganti segera setiap ada produksi.




D.Konsep Tumbuh Kembang, Bermain, Nutrisi dan Dampak Hospitalisasi Pada Anak Berumur 8 Bulan
1. Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan suatu peningkatan ukuran tubuh yang dapat diukur dengan meter atau centimeter untuk tinggi badan dan kilogram. Pertumbuhan anak pada usia 4 bulan berat badannya yaitu 2 ( dua ) kali berat badan lahir atau menunjukkan kenaikan berat badan.
Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu yaitu secara bertahap anak akan bertambah berat badan dan tinggi. ( Yupi Supartini, 2004 )
2. Perkembangan
Perkembangan adalah menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat paling rendah ke tingkat paling tinggi dan kompleks melalui proses pembelajaran ( Whaley dan Wong ). Sedangkan menurut Freud jika dilihat dari fase oral 0 – 11 bulan yaitu selama masa bayi, sumber kesenangan anak terbesar berpusat pada aktivitas oral seperti menghisap, menggigit, mengunyah dan mengucap. Hambatan atau ketidakpuasan dalam pemenuhan kebutuhan oral akan mempengaruhi perkembangan berikutnya. Penanaman identitas gender pada bayi dimulai dengan adanya perlakuan ibu dan ayah yang berbeda misalnya bayi perempuan cenderung diajak berbicara lebih banyak daripada bayi laki – laki, sementara ayah lebih banyak melakukan aktivitas motorik pada bayi laki – laki daripada bayi perempuan misalnya dengan mengangkat dan menjunjung keatas.


3. Nutrisi
Nutrisi meruipakan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan. Setiap anak mempunyai nutrisi yang berbeda dan anak mempunyai karakteristik yang khas dalam mengkonsumsi makanan atau zat gizi tersebut. Dalam usia bayi pemenuhan kebutuhan yang utama adalah kebutuhan dasar melalui oral. Fase oral berhasil dilalui apabila anak mendapatkan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan oral saat makan dan minum. Kebutuhan nutrisi pada bayi memerlukan jenis makanan air susu ibu ( ASI ), susu formula dan makanan padat; kebutuhan kalori bayi antara 100 – 200 kalori / kgBB dapat berupa nasi tim dengan campuran antara beras, sayuran dan daging atau ikan dengan frekuensi 3x sehari.
4. Bermain
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan. Bayi fase oral adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dan orang lain, misalnya bayi akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dan hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya dan atau orang lain. Permainan yang biasa dilakukan adalah “ ciluk ba ”, berbicara sambil tersenyum atau tertawa atau sekedar memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya, tetapi dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan tertawa. Bayi akan mencoba merespon terhadap tingkah laku orang tuanya dan atau orang dewasa tersebut misalnya dengan tersenyum, tertawa dan atau mengoceh.

5. Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan proses yang dikarenakan suatu alasan yang berencana atau darurat dan mengharuskan anak tinggal di rumah sakit untuk menjalani perawatan dan terapi sampai anak tersebut kembali kerumah. Selama proses tersebut itulah masalah yang utama terjadi pada bayi usia 8 bulan adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan terjadi stranger anciety atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada usia dini adalah menangis, marah dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anciety. Bila ditinggalkan ibunya bayi akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukan adalah dengan menangis keras. Respon terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya menangis keras. Pergerakan tubuh yang banyak dan expresi wajah yang tidak menyenangkan.

E. Pengkajian
Pada klien dengan atresia ani menurut Suriadi dan Rita Yuliani ( 2001 ), Ngastiyah ( 2001 ) adalah sebagai berikut :
1.      Kaji bayi  setelah lahir : pemeriksaan fisik
2.      Tanpa mekonium dalam 24 jam setelah lahir.
3.      Tentukan kepatenan rectal dengan menggunakan thermometer atau jari kelingking yang memakai sarung tangan sepanjang 2 cm kedalam anus.
4.      Adanya tinja dalam urine dan vagina.
5.      Bila anus terlihat normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum, gejala akan timbul dalam 24 – 48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.

Pemeriksaan Penunjang
1.      Jika ada fistula, urine dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel – sel epitel meconium.
2.      Pemeriksaan sinar X lateral inversil ( tehnik wangenteen rice ) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu atau didekat perineum, dapat menyesatkan jika rectum penuh dengan mekonium yang mencegah udara sampai ke ujung kantong rectal.
3.      Ultra sound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rectal.
4.      Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukkan jarum tersebut sambil melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap sebagai defek tingkat tinggi.

F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan atresia ani menurut Fitri Purwanto         ( 2001 ), Suriadi dan Rita Yuliani ( 2001 ), Linda A. Sawden ( 2001 ), Aziz Alimul Hidayat ( 2006 ) adalah sebagai berikut :
1.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi oleh karena nyeri / efek anestesi.  
2.      Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan perioperatif.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
4.      Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan sekresi produksi colostomy invasi bakteri
5.      Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah pasca pembedahan.

G. Perencanaan
Perencanaan pada klien dengan atresia ani menurut Fitri Purwanto ( 2001 ), Suriadi dan Rita Yuliani ( 2001 ), Linda A. Sawden ( 2001 ), Aziz Alimul Hidayat ( 2006 ) adalah sebagai berikut :

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi oleh karena nyeri / efek anestesi.
Tujuan : Pola nafas efektif berfungsi normal dan stabil.
Kriteria evaluasi : a). RR dalam batas normal ( 28 – 40 x/menit ) b). Suara nafas bersih ( vesikuler ) c). Usaha nafas tidak ada kesulitan d). Analisa gas darah dalam batas normal.
Rencana tindakan : a). Monitor tanda – tanda vital  b). Monitor dan catat perubahan usaha bernapas ( tachypnea, pulmonary congesti, warna dan konsistensi secresi, auskultasi bilateral suara nafas, monitor AGD ) c). Maintenan airway  ( siapkan alat – alat resusitasi, suction )  d). Atur ventilasi spontan ( kaji usaha bernafas, kaji kemampuan handle secresi )   e). Atur bantuan pernafasan       ( kaji airway patten dan keefektifan ventilasi, maentenan PaO2 dan PCO2 dalam batas normal, adminisver O2 per canule ).

2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan perioperatif.
Tujuan : Balance cairan dalam batas normal.
Kriteria hasil : a). Kehilangan cairan tidak lebih dari 2% dari berat badan ( urine output 15 – 60 cc / kg BB / 24 jam)  b). Capilarry refill < 3 menit  c). Selaput membran lembab  d). Turgor kulit baik ( elastis )  e). Tidak ada muntah  f). Nadi 110 – 160 x/menit.
Rencana tindakan : a). Kaji status cardiovascular 15 – 30 menit (apical pulse, urinaria output, capillary refill )  b). Maintenan ketat dan akurat intake dan output  c).  Kaji perfusi kulit tiap 2 – 4 jam  d). Monitor vital sign  e). Monitor serum elektrolit Hemoglobin, Hematokrit, Protombin, Blooding time, Clooting time  f). Timbang berat badan setiap hari  g). Berikan kalium chloride ( Kcl 10 mEq dalam 500 cc cairan Na )  h). Observasi turgor kulit, membran mukosa  i). Observasi kesadaran  j). Pasang chateter lain bila perlu  k). Observasi tanda perdarahan, contoh : hematomisis, ptichie, ekimosis.

3.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat / terpenuhi.
Kriteria hasil : Anak mengkonsumsi nutrisi yang ditentukan dan menunjukkan penambahan berat badan.
Rencana tindakan : a). Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama  b). Anjurkan ibu memberikan nutrisi sesuai dengan diet atau berat badan anak, setelah anak mengalami rehidrasi  c). Monitor dan output setiap 8 jam                d). Lakukan kebersihan mulut setelah selesai makan atau minum susu.

4.  Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan pengaruh produksi kolostomi, invasi bakteri.
Tujuan : Mencegah terjadi infeksi
Kriteria hasil : Tidak ada lecet / kemerahan disekitar stoma.
Rencana tindakan :  a). Tanda – tanda vital dalam batas normal  b). Gunakan skin barier / zink  zalf c). Upayakan agar aliran sekresi langsung ke kantong colostomy  d). Gunakan ostomibag yang disposable atau sesuai dengan kemampuan  e). Observasi sedakan, distensi abdomen  f). Higiene kulit disekitar luka insisi  g). Observasi perubahan warna kulit  h). Bersihkan peristomal skin gentle dengan air hangat.

5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah pasca pembedahan.
Tujuan : orang tua memahami tentang perawatan di rumah dan pengobatan.
Kriteria hasil : Orang tua dapat mengekspresikan / mempraktekkan perawatan colostomy dengan benar.
Rencana tindakan : a). Jelaskan anatomi operasi colostomy, rasionalnya dan penampilan hasil operasi  b). Anjurkan orang tua untuk memperhatikan saat perawatan colostomy  c). Ajarkan cara merawat colostomy  d). Berikan instruksi secara tertulis dan verbal tentang alat – alat yang dibutuhkan untuk perawatan di rumah  e). Tekankan tetap mengadakan stimulasi pada bayi untuk mensupport tumbuh kembang.

H. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan tindakan mandiri berdasarkan ilmiah, masuk akal dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang diantisipasi berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan pada klien dapat berupa tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi. Dalam pelaksanaan tindakan, langkah-langkah yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan, semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian catatan keperawatan hal yang perlu didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon klien sreta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.

I. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai, berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting didalam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip obyektifitas, reabilitas dan validitas dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada dua arah yaitu evaluasi proses       ( evaluasi formatif ) dan evaluasi hasil ( evaluasi sumatif ). Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA
Wong L, Donna, Buku Ajar Keperawatan Peditrik. Jakarta: EGC, 2009

Carpenito, Lynda Jual, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC

Hidayat, A. Azis Alimul . (2006) . Pengantar Ilmu Anak buku 2. Editor Dr Dripa Sjabana

Ngastiyah. (2005).  Perawatan  Anak Sakit . Jakarta : EGC

Purwanto, Fitri (2001). Buku Pedoman Rencana Asuhan Keperawatan Bedah Anak.Jakarta : Amarta Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar