TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa,
klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghiduan tanpa stimulus nyata. ( Dr. Budi Anna Keliat 2012)
Halusinasi
adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata,
artinya klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar. (
Stuart and Laraia, 2005 ).
Halusinasi
pendengaran adalah suatu persepsi klien yang mendengar suara yang membicarakan,
mengejek, menertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu
(kadang hal-hal yang membahayakan). ( Trimelia S, Skp, 2012 )
Halusinasi
perabaan adalah suatu persepsi klien merasakan rasa sakit atau tidak enak tanpa
ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda
mati atau orang, merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan,
binatang kecil dan makhluk halus. ( Trimelia S, Skp, 2012 )
Dari
keempat pengertian diatas dapat disimpulkan halusinasi adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami satu gangguan sensori persepsi terhadap lingkungan
sekitar tanpa ada stimulus luar baik secara penglihatan, pendengaran,
pengecapaan, perabaan dan penciuman.
B.
Psikodinamika
1.
Etiologi
Terjadinya perubahan
sensori persepsi : halusinasi dipengaruhi oleh multi factor baik eksternal
maupun internal diantaranya : koping individu tidak adekuat, individu yang
mengisolasi diri dari lingkungan, ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri,
koping keluarga tidak efektif, dan permasalahan yang kronik tidak diselesaikan.
2. Proses
Terjadinya Masalah
Persepsi merupakan identifikasi dan
interpretasi terhadap stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui 5
indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan (
Stuart & Laraia,2001 ) Sedangkan menurut Varcarolis ( 2006 ) persepsi
merupakan terganggunya sensori persepsi seorang dimana tidak terdapat stimulus.
Persepsi merupakan dasar bagaimana seseorang merasakan pengalamannya, setiap
orang memiliki persepsi yang berbeda pada pengalaman yang sama.
Halusinasi
dan ilusi merupakan perubahan sensori persepsi yang terjadi dalam merespon
neurobiologik maladaptive. Halusinasi didefinisikan sebagai gangguan persepsi
yang dapat menimbulakan skizofrenia, psikosa, sindroma otak organik, epilepsi,
nerosa histerik, intoksikasi atropin atau kecubung dan zat halusinogenik.
Halusinasi merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, artinya individu menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus
yang eksternal.
Halusinasi
terdiri dari 4 tahap, yang pertama adalah tahap dimana klien merasa senang dan
halusinasinya memberikan rasa nyaman, klien masih berada dalam ansietas sedang,
karakteristik tahap ini klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
ketakutan adalah perilaku yang sering terlihat diantaranya klien tersenyum dan
tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi. Pada tahap kedua halusinasi
akan menyalahkan, klien akan berada pada tingkat kecemasan berat, dan
menyebabkan antipati. Tahap ini ditandai dengan pengalaman sensorik tersebut
dan menarik diri dari orang lain. Klien akan menunjukkan perilaku: konsentrasi
dengan pengalaman sensorik, rentang perhatian menyempit, peningkatan denyut
jantung, pernafasan dan tekanan darah, serta tidak dapat membedakan halusinasi
dengan realitas. Ditahap ketiga, klien berada dalam kecemasan berat, halusinasi
mengontrol klien, dan pengalaman sensorik tidak dapat ditolak lagi
karakteristiknya. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensoriknya, isi
halusinasi menjadi aktif, dan kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir.
Perilaku klien ditahap ini ; klien akan mentaati halusinasi, sulit berhubungan
dengan orang lain tentang perhatian yang hanya beberapa detik permenit dan
gejala ansietas berat ( berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah ).
Pada tahap empat, halusinasi telah menguasai klien, dan terjadi kecemasan panik.
Pada tahap ini mempunyai karakteristik : pengalaman sensori mengancam dan
halusinasi dapat berlangsung beberapa jam atau hari perilaku yang muncul adalah
perilaku panik resiko tinggi bunuh diri, membunuh, agitasi, menarik diri, dan
tidak mampu berespon terhadap perintah kompleks dan lebih dari satu.
Halusinasi
juga dipengaruhi oleh faktor predisposisi yang pertama adalah factor biologis
yang meliputi gangguan/ hambatan perkembangan otak frontal dan temporal; lesi
pada korteks frontal, limbic, temporal, gangguan tumbuh kembang pada prenatal,
neonatus dan kanak-kanak. Faktor psikologis yang turut berpengaruh adalah
penolakan dan kekerasan dalam kehidupan
klien. pengasuh atau teman yang dingin, cemas tidak sensitive, atau bahkan
terlalu melindungi; konflik dan kekerasan dalam keluarga ( pertengkaran orang
tua, aniaya dan kekerasan rumah tangga ). Faktor lain yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya halusinasi adalah keadaan social budaya seperti
kemiskinan, ketidak harmonisan, social budaya ( peperangan, kerusuhan,
kerawanan ) kehidupan yang terisolasi disertai stress yang menumpuk. Stress
presipitasi halusinasi adalah faktor biologis yang melibatkan fungsi otak dalam
mengatur jumlah informasi yang dapat diproses pada suatu waktu.Penurunan fungsi
yang terjadi dilobus frontal mengakibatkan proses informasi yang berlebihan dan
respon neurobiologik maladaptive. Stress lingkungan yang sudah melebihi ambang
batas individu yang menjadi presipitasi terjadinya orientasi realita.
Factor
presipitasi yang terakhir yang menjai pencetus timbulnya halusinasi adalah
keadaan lingkungan ( kesulitan hidup/ berhubungan dengan orang lain, kemiskinan
), kesehatan ( rendahnya nutrisi, kurang tidur, infeksi, obat system saraf
pusat, kecemasan sedang sampai tinggi ), perilaku ( harga diri rendah,
kehilangan kepercayaan diri ).
Perilaku
maladaptive yang muncul antara lain : perubahan proses pikir diantaranya waham
atau delusi adalah suatu bentuk kelainan pikiran (adanya ide-ide/keyakinan yang
salah), persepsi yang salah meskipun tidak ada stimulus tetapi klien
merasakannya, ketidakmampuan untuk mengalami emosi, prilaku tidak terorganisir
adalah respon neurobiologis yang mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi utama
seperti sistem syaraf pusat sehingga tidak ada koordinasi antara isi pikiran,
perasaan dan tingkah laku dan prilaku maladaptive yang terakhir adalah isolasi
sosial ketidakmampuan klien menjalin hubungan, kerjasama dan saling tergantung
dengan orang lain.
Masalah
keperawatan pada klien halusinasi pendengaran dan perabaan adalah (1) Risiko
Prilaku Kekerasan (2) Isolasi Social, (3) Harga Diri Rendah, (4) Defisit
Perawatan Diri : kebersihan diri
3. Komplikasi
Dampak dari gangguan sensori persepsi :
Halusinasi ( Stuart and Laraia, 2005 )
a. Risiko
perilaku kekerasan
Hal
ini terjadi bahwa klien dengan halusinasinya cenderung untuk marah-marah dan
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Isolasi sosial
Hal
ini terjadi karena prilaku klien yang sering marah-marah dan risiko prilaku
kekerasan maka lingkungan akan menjauh dan mengisolasi.
c. Harga
diri rendah
Hal
ini terjadi karena klien menjauhi dan mengisolasi dari lingkungan klien
beranggapan dirinya merasa tidak berguna dan tidak mampu.
d. Defisit
perawatan diri : kebersihan diri
Hal
ini terjadi karena klien mersa tidak berguna dan tidak mampu sehingga klien
mengalami penurunan motivasi dalam hal kebersihan dirinya.
C. Rentang
respon neurobiologis
Dari
definisi yang elah djelaskan sebelumnya, dapat dismpulkan bahwa halusinasi
merupakan persepsi yang nyata tanpa adanya stimulus. Gangguan sensori persepsi
: halusinasi disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu. Respon individu
terhadap gangguan orientasi berfokus sepanjang rentang respon dari adaptif
sampai yang maladaptif, dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :
Respon adaptif Respon mal adaptif
Pikiran logis
|
Pikiran kadang menyimpang
|
Gangguan proses pikir/delusi/waham
|
Persepsi akurat
|
Ilusi
|
Halusinasi
|
Emosi konsisten dengan pengalaman
|
Reaksi emosional berlebih/kurang
|
Ketidakmampuan untuk mengatasi emosi
|
Perilaku sesuai
|
Perilaku ganjil
|
Ketidak teraturan
|
Hubungan sosial harmonis
|
Prlaku yang bisa menyebabkan Isolasi sosial
|
Isolasi sosial
|
( Stuart and Laraia, 2005 )
Respon
adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya
secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan
masalah dalam batas normal yang meliputi :
1.
Pikiran logis adalah
segala sesuatu yang diucapkan dan
dilaksanakan oleh individu sesuai dengan kenyataan.
2.
Persepsi akurat adalah
penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana dapat membedakan
objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai
sensasi yang dihasilkan.
3.
Emosi konsisten dengan
pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai dengan stimulus yang
datang.
4.
Prilaku sesuai dengan
cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
5.
Hubungan social
harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi dengan orang lain
tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.
Sedangkan
mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam
menyelesaikan masalah tidak berdasarkan
norma yang sesuai diantaranya :
1.
Gangguan proses pikir /
waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses data secara akurat yang dapat
menyebabkan gangguan proses pikir, seperti ketakutan, merasa hebat, beriman,
pikiran terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-lain.
2.
Halusinasi adalah
gangguan identifikasi stimulus berdasarkan
informasi yang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau,
dan pengelihatan
3.
Kerusakan proses emosi
adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai dengan stimulus yang datang.
4.
Prilaku yang tidak
terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai dengan peran.
5.
Isolasi social adalah
dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan atau tidak mau
berinteraksi dengan lingkungan.
D.
Pengkajian keperawatan
Menurut
Trimelia S.Skp ( 2012 ), bahwa faktor terjadinya halusinasi meliputi :
1.
Faktor predisposisi
a.
Faktor Biologis
Terdapat
lesi pada area frontal, temporal dan limbik.
b.
Faktor Perkembangan
Rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu tidak mampu mandiri sejak
kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadapa stress
adalah merupakan salah satu tugas perkembangan yang terganggu.
c.
Faktor Sosiokultural
Individu
yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa tersingkirkan kesepian dan
tidak percaya pada lingkungannya.
d.
Faktor Biokimia
Mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami individu maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersufat halusnogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytransferase
(DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya neurtransmiter
otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
e.
Faktor Psikologis
Tipe
kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu ibu yang pencemas, overprotektif,
dingin, tidak sensitif, pola asuh tidak adekuat juga berpengaruh pada
ketidakmampuan individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Individu lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju
alam nyata.
f.
Faktor genetik
Penelitian
menunjukan bahwa anak yang di asuh oleh orang tua skizofrenia cenderung akan
mengalami skizofrenia.
2.
Faktor presipitasi
Factor presipitasi adalah factor
pencetus sebelum timbul gejala
a.
Stresor social budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat
apabila terjadi penurunan stablitas keluarga, perpisahan dengan orang terpentng
atau disingkirkan dari kelompok.
b.
Faktor biokimia
Berbagai penelitian tentang dopamine, inhalan, non epineprin, zat
halusigenik, diduga berkaitan dengan halusinasi
c.
Faktor pskologi
kecemasan yang memandang dan terbatasnya
kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenangkan.
3.
Prilaku halusinasi
Menurut Rawlins dan Heacokck ( dalam
Yosep 2010) Prilaku halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi
Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh
beberapa kondisi fisik, seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan
obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalam waktu yang lama. Tanda gejala yang ditimbulkan yaitu muka merah,
kadang pucat, ekspresi dengan perubahan wajah tegang, TD meningkat, nafas
tersengah-sengah, nadi cepat, timbul gangguan kebutuhan nutrisi.
b. Dimensi
Emosi
Perasaan cemas yang berlebihan atas
dasar masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu
terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menankutkan.
Tanda gejala yang dapat dilihat ketakutan dengan rasa tegang dan rasa tidak aman,
tidak berdaya, menyalahkan diri sendiri atau orang lain sikap curiga dan saling
bermusuhan, marah, jengkel, dendam dan sakit hati
c. Dimensi
Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam
fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olahia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri
dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika dioerintah halusinasi
berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Tanda
gejala yang timbul isolasi sosial, menghindar dari orang lain, berbicara /
komunikasi verbal tergangu, bicara inkoheren dan tidak masuk akal, merusak diri
sendiri atau orang lain
d. Dimensi
Intelektual
Bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.tanda gejala tidak dapat membedakan
nyata dan tidak nyata, sulit membuat keputusan, tidak mampu berfikir abstrak
dan daya ingat menurun
e. Dimensi
Spiritual
Secara spritual klien halusinasi mulai
dengan kehampaan hidup , rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah
dan jarang berupaya secara spritual untuk menyucikan diri. Saat terbangun
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering memkai takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang
lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.
4.
Mekanisme koping
a.
Regresi : menghindari
stress, kecemasan dan menampilkanprilaku kembali seperti pada prilaku
perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya
untuk menanggulangi ansietas.
b.
Proyeksi : keinginan
yang tidak dapat ditoleransi mencurahkan emosi pada orang lain karena kesalahan
yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan
persepsi).
c.
Isolasi sosial : reaksi
yang ditampilakn dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisik
yaitu individu pergi atu lari menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi
polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis
individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering
disertai rasa takut dan bermusuhan.
5.
Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji
dengan pemahaman terhadap pengaruh gangguan otak dan prilaku. Kekuatan dapat
meliputi seperti modal intelegensia atau kreatifitas yang tinggi. Orang tua
harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang ketrampilan
koping, karena meraka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber
keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit. Finansial yang cukup,
ketersediaan waktu dan tenaga kemampuan serta untuk memberikan dukungan csecara
kesinambungan
6.
Pohon masalah
Menurut Trimelia ( 2012 ), pohon masalah
pada klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi pendenganran dan
perabaan sebagai beriku
Risiko prilaku kekerasan
|
Isolasi sosial
Harga Diri Rendah
E.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa
keperawatan berdasarkan pohon masalah menurut NANDA ( 2006 ), adalah sebagai
berikut :
1.
Gangguan Sensori persepsi : halusinasi
2.
Risiko prilaku kekerasan
3.
Isolasi sosial
F.
Perencanaan Keperawatan
Perencanaan
menurut NANDA ( 2006 ), mulai dari diagnosa keperawatan, tujuan jangka panjang,
tujuan jangka pendek, kriteria hasil dan tindakan, antara lain :
Diagnosa
keperawatan : Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan perabaan
Tujuan
: Klien mampu menetapkan dan menguji realita / kenyataan serta menyingkirkan
kesalahan sensori persepsi
Tupen
1 : setelah dilakukan interaksi …x, klien
mampu membina hubungan saling percaya.
Kriteria
hasil :
a.
Menunjukan pemahaman
verbal, tertulis atau sinyal respon. b. Menunjukan gerakan ekspresi wajah yang
rilek. c. Menunjukan kontak mata, mau berjabat tangan, mau menjawab salam,
menyebutkan nama, mau duduk berdampingan atau berhadapan.
Rencana
tindakan :
1.
Bina hubungan saling
percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:
a.
Sapa klien dengan ramah
baik verbal maupun non verbal
b.
Perkenalkan nama, nama
panggilan dan tujuan perawat berkenalan
c.
Tanyakan nama lengkap
dan nama panggilan yang disukai klien
d.
Buat kontrak yang jelas
e.
Tunjukan sikap jujur
dan menempati janji setiap kali interaksi
f.
Tunjukan sikap empati
dan menerima apa adanya
g.
Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
h.
Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi klien
i.
Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan klien.
Tupen
2 : Setelah dilakukan interaksi selama …x ,
klien mampu mengenal halusinasi pendengaran dan perabaan
Kriteria
hasil :
a.
Klien mampu menyebutkan
waktu, isi , frekwensi munculnya halusinasi, b. Klien mampu menyebutkan prilaku
yang biasa dilakukan saat halusinasi muncul, c. Klien mampu menyebutkan akibat
dari prilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi terjadi.
Rencana
tindakan :
a.
Adakan kontak sering
dan singkat secara bertahap
b.
Observasi tingkah laku
yang berhubungan dengan halusinasi
c.
Bantu klien mengenal
halusinasi :
-
Tanyakan apakah klien mengalami
halusinasi
-
Jika klien menjawab ya,
tanyakan apa yang sedang dialaminya
-
Katakan bahwa perawat
percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya
-
Katakan bahwa ada klien
lain yang mengalami hal yang sama.
-
Katakan bahwa perawat
akan membantu.
d.
Jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi diskusikan
dengan klien: isi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore ,
malam, sering atau kadang-kadang. Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau
tidak menimbulkan halusinasi
Tupen 3
: Setelah di lakukan interaksi selama ….x, Klien mampu mengendalikan halusinasi
pendengaran dan perabaan.
Kriteria
Hasil :
a.
Klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi, b. Klien dapat memilih
dan melaksanakan cara baru mengendalikan halusinasi, c. Klien melaksanakan cara
yang dipilih untuk mengendalikan halusinasi.
Rencana
Tindakan :
a.
Diskusikan bersama klien cara atau tindakan
yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll)
b.
Diskusikan cara yang
digunakan klien
-
Jika cara yang
digunakan adaptif beri pujian
-
Jika cara yang
digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut.
c.
Diskusikan cara baru
untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi.
d.
Bantu klien memilih
cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
e.
Beri kesempatan untuk
melakukan apa yang dipilih dan dilatih.
f.
Pantau pelaksanaan yang
telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian.
g.
Anjurkan klien
mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
Tupen
4 : Setelah di lakukan interaksi selama
…..x dengan keluarga klien dapat dukungan dalam mengendalikan halusinasi
pendengaran dan perabaan.
Kriteria
Hasil :
a.
Keluarga dapat mambina hubungan saling percaya dengan perawat, b. Keluarga
dapat menyebutkan pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengatasi halusinsi.
Rencana
Tindakan :
a.
Buat kontrak dengan
keluarga untuk pertemuan ( waktu,tempat, dan topic )
b.
Diskusikan dengan
keluarga ( pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan ramah)
-
Pengertian, tanda
gejala, proses terjadinya, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
menmutus, obat-obatan, cara anggota keluarga mencegah halusinasi.
-
Beri informasi waktu
kontrol ke Rumah Sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak
di atasi.
Tupen
5 : Setelah di lakukan interaksi selama ….x
, Klien dapat memanfatkan obat dengan baik
Kriteria
Hasil :
a.
Klien dam keluarga dapat menyebutkan manfaat dosis, efek samping obat, dan nama
warna dan dosis b. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar,
c. Klien dan keluarga memahami akibat berhenti minum obat tanpa rekomendasi.
Rencana
Tindakan :
a.
Diskusikan dengan klien
tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek
terapi dan efek samping penggunaan obat.
b.
Pantau klien saat
penggunaan obat.
c.
Beri pujian jika klien
menggunakan obat dengan benar.
d.
Diskusikan akibat
berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
e.
Anjurkan klien untuk
konsultasi kepada dokter/ perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
G.
Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi
tindakan keperawatan di sesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada
situasi nyata, implementasi sering kali jauh bebeda dengan rencana. Hal itu
terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam
melaksanakan tindakan keperawatan. Yang bisa di lakukan perawat adalah
menggunakan rencana tertulis, yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang di
laksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan perawat jika tindakan
berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal tanda tangan.
Sebelum
melakukan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan
singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan, oleh kilen saat
ini. Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan
interpersonal, intelektual dan teknikal yang di perlukan untuk melaksanakan
tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah
tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan
melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien, yang
isinya menjelaskan apa yang akan d kejakan. Dan peran serta yang di harapkan
dari klien. dokumentasikan semua tindakan yang telah di laksanakan berserta
respon klien.
H. Evaluasi
Keperawatan
Evaluasi
adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
kilen. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah di laksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi
proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi
hasil atau sumatif yang dilakukan membandingkan antara respon klien dan tujuan
khusus serta umum yang telah ditentukan.
Evaluasi
dapat di lakukan dengan mengunakan
pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.
S
: Respon subjektif kilen terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan,
dapat diukur dengan menanyakan : “
Bagaimana perasaan ibu setelah melakukan cara mengontrol halusinasi dengan
menghardik ?”
O
: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan,
dapat diukur dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan dilakukan,
atau menanyakan kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik
sesuai hasil observasi.
A
: Analisis ulang atas data subjerktif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi
dengan masalah yang ada, dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P
: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien
yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut oleh perawat.
Rencana
tindak lanjut dapat berupa :
1.
Rencana diteruskan jika
masalah tidak berubah.
2.
Rencana dimodifikasi
jika masalah tetap dan semua tindakan sudah dapat dijalankan, tetapi hasilnya
belum memuaskan.
3.
Rencana dibatalkan jika
ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada, diagnosis
lama juga dibatalkan.
4.
Rencana atau diagnosis
selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah memelihara dan
mempertahankan kondisi yang baru.
Klien
dan keluarga perlu dilibatkan dalam evalusi agar dapat melihat adanya
perubahan, serta berupaya mempertahankan dan melihat adanya perubahan, serta
berupaya mempertahankan dan memelihara perubahan tersebut. Pada evaluasi sangat
diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubaan yang positif. Klien dan
keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self-reinforcemen.
DAFTAR PUSTAKA
Isaac S,Ann .
(2004) . Mental Health and Psychiatric Nursing (B/E) .
(Rahayuningsih Penerjemah) . USA.Lippincott Williams & Wilkins Inc.(Sumber
asli diterbitkan 2001)
Keliat, Budi anna . ( 2005 ) . Proses
Keperawatan Kesehatan Jiwa : ECG .
Nanda . (2006) .
Nursing Diagnosis : Definision dan Classification . ( Kelliat et al,
penerjemah) . Philadelphia : W. B Sauder . ( Sumber Asli Diterbitkan 2005 )
Maramis, Willy F . (
2004 ) . Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa . Surabaya : Airlangga
University Press.
Rasmun. ( 2001 ) .Keperawatan
Kesehatan Mental Psikiatri Terintograsi dengan Keluarga . Jakarta : CV
Agung Seto
Stuart & Sudeen . (
1998 ) . Pocket Guide To Psychiatric Nursing . ( 3 / E ) . (
Hamid, Penerjemah ) . Mosby Year Book Inc . (Sumber Asli Diterbitkan 1995 )
Townsend, Mary. C . (
1998 ). Nursing Diagnosis In Psychiatryc
Nursing : Pocket Guide for care plan construction . ( 3 / E ) . (
Daulima, penerjemah ) . Pennsylvania, USA : F. A. Davis Philadelphia . ( Sumber
asli diterbitkan 1995 )