Selasa, 23 April 2013

ASKEP HALUSINASI


TINJAUAN TEORI

A.    Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata. ( Dr. Budi Anna Keliat 2012)
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata, artinya klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar. ( Stuart and Laraia, 2005 ).
Halusinasi pendengaran adalah suatu persepsi klien yang mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang hal-hal yang membahayakan). ( Trimelia S, Skp, 2012 )
Halusinasi perabaan adalah suatu persepsi klien merasakan rasa sakit atau tidak enak tanpa ada stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang, merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk halus. ( Trimelia S, Skp, 2012 )
Dari keempat pengertian diatas dapat disimpulkan halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami satu gangguan sensori persepsi terhadap lingkungan sekitar tanpa ada stimulus luar baik secara penglihatan, pendengaran, pengecapaan, perabaan dan penciuman.

B.     Psikodinamika
1.        Etiologi
Terjadinya perubahan sensori persepsi : halusinasi dipengaruhi oleh multi factor baik eksternal maupun internal diantaranya : koping individu tidak adekuat, individu yang mengisolasi diri dari lingkungan, ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri, koping keluarga tidak efektif, dan permasalahan yang kronik tidak diselesaikan.

2.      Proses Terjadinya Masalah
Persepsi merupakan identifikasi dan interpretasi terhadap stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui 5 indera yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan ( Stuart & Laraia,2001 ) Sedangkan menurut Varcarolis ( 2006 ) persepsi merupakan terganggunya sensori persepsi seorang dimana tidak terdapat stimulus. Persepsi merupakan dasar bagaimana seseorang merasakan pengalamannya, setiap orang memiliki persepsi yang berbeda pada pengalaman yang sama.
Halusinasi dan ilusi merupakan perubahan sensori persepsi yang terjadi dalam merespon neurobiologik maladaptive. Halusinasi didefinisikan sebagai gangguan persepsi yang dapat menimbulakan skizofrenia, psikosa, sindroma otak organik, epilepsi, nerosa histerik, intoksikasi atropin atau kecubung dan zat halusinogenik. Halusinasi merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya individu menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus yang eksternal.

Halusinasi terdiri dari 4 tahap, yang pertama adalah tahap dimana klien merasa senang dan halusinasinya memberikan rasa nyaman, klien masih berada dalam ansietas sedang, karakteristik tahap ini klien mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan adalah perilaku yang sering terlihat diantaranya klien tersenyum dan tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan berkonsentrasi. Pada tahap kedua halusinasi akan menyalahkan, klien akan berada pada tingkat kecemasan berat, dan menyebabkan antipati. Tahap ini ditandai dengan pengalaman sensorik tersebut dan menarik diri dari orang lain. Klien akan menunjukkan perilaku: konsentrasi dengan pengalaman sensorik, rentang perhatian menyempit, peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, serta tidak dapat membedakan halusinasi dengan realitas. Ditahap ketiga, klien berada dalam kecemasan berat, halusinasi mengontrol klien, dan pengalaman sensorik tidak dapat ditolak lagi karakteristiknya. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensoriknya, isi halusinasi menjadi aktif, dan kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir. Perilaku klien ditahap ini ; klien akan mentaati halusinasi, sulit berhubungan dengan orang lain tentang perhatian yang hanya beberapa detik permenit dan gejala ansietas berat ( berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti perintah ). Pada tahap empat, halusinasi telah menguasai klien, dan terjadi kecemasan panik. Pada tahap ini mempunyai karakteristik : pengalaman sensori mengancam dan halusinasi dapat berlangsung beberapa jam atau hari perilaku yang muncul adalah perilaku panik resiko tinggi bunuh diri, membunuh, agitasi, menarik diri, dan tidak mampu berespon terhadap perintah kompleks dan lebih dari satu.
Halusinasi juga dipengaruhi oleh faktor predisposisi yang pertama adalah factor biologis yang meliputi gangguan/ hambatan perkembangan otak frontal dan temporal; lesi pada korteks frontal, limbic, temporal, gangguan tumbuh kembang pada prenatal, neonatus dan kanak-kanak. Faktor psikologis yang turut berpengaruh adalah penolakan  dan kekerasan dalam kehidupan klien. pengasuh atau teman yang dingin, cemas tidak sensitive, atau bahkan terlalu melindungi; konflik dan kekerasan dalam keluarga ( pertengkaran orang tua, aniaya dan kekerasan rumah tangga ). Faktor lain yang merupakan faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah keadaan social budaya seperti kemiskinan, ketidak harmonisan, social budaya ( peperangan, kerusuhan, kerawanan ) kehidupan yang terisolasi disertai stress yang menumpuk. Stress presipitasi halusinasi adalah faktor biologis yang melibatkan fungsi otak dalam mengatur jumlah informasi yang dapat diproses pada suatu waktu.Penurunan fungsi yang terjadi dilobus frontal mengakibatkan proses informasi yang berlebihan dan respon neurobiologik maladaptive. Stress lingkungan yang sudah melebihi ambang batas individu yang menjadi presipitasi terjadinya orientasi realita.
Factor presipitasi yang terakhir yang menjai pencetus timbulnya halusinasi adalah keadaan lingkungan ( kesulitan hidup/ berhubungan dengan orang lain, kemiskinan ), kesehatan ( rendahnya nutrisi, kurang tidur, infeksi, obat system saraf pusat, kecemasan sedang sampai tinggi ), perilaku ( harga diri rendah, kehilangan kepercayaan diri ).
Perilaku maladaptive yang muncul antara lain : perubahan proses pikir diantaranya waham atau delusi adalah suatu bentuk kelainan pikiran (adanya ide-ide/keyakinan yang salah), persepsi yang salah meskipun tidak ada stimulus tetapi klien merasakannya, ketidakmampuan untuk mengalami emosi, prilaku tidak terorganisir adalah respon neurobiologis yang mengakibatkan terganggunya fungsi-fungsi utama seperti sistem syaraf pusat sehingga tidak ada koordinasi antara isi pikiran, perasaan dan tingkah laku dan prilaku maladaptive yang terakhir adalah isolasi sosial ketidakmampuan klien menjalin hubungan, kerjasama dan saling tergantung dengan orang lain.
Masalah keperawatan pada klien halusinasi pendengaran dan perabaan adalah (1) Risiko Prilaku Kekerasan (2) Isolasi Social, (3) Harga Diri Rendah, (4) Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri
3.      Komplikasi
 Dampak dari gangguan sensori persepsi : Halusinasi ( Stuart and Laraia, 2005 )
a.    Risiko perilaku kekerasan
Hal ini terjadi bahwa klien dengan halusinasinya cenderung untuk marah-marah dan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b.     Isolasi sosial
Hal ini terjadi karena prilaku klien yang sering marah-marah dan risiko prilaku kekerasan maka lingkungan akan menjauh dan mengisolasi.
c.    Harga diri rendah
Hal ini terjadi karena klien menjauhi dan mengisolasi dari lingkungan klien beranggapan dirinya merasa tidak berguna dan tidak mampu.

d.   Defisit perawatan diri : kebersihan diri
Hal ini terjadi karena klien mersa tidak berguna dan tidak mampu sehingga klien mengalami penurunan motivasi dalam hal kebersihan dirinya.
C.    Rentang respon neurobiologis
Dari definisi yang elah djelaskan sebelumnya, dapat dismpulkan bahwa halusinasi merupakan persepsi yang nyata tanpa adanya stimulus. Gangguan sensori persepsi : halusinasi disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu. Respon individu terhadap gangguan orientasi berfokus sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang maladaptif, dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :
Respon adaptif                                                                     Respon mal adaptif
Pikiran logis
Pikiran kadang menyimpang
Gangguan proses                pikir/delusi/waham
Persepsi akurat
Ilusi                                                    
Halusinasi
Emosi konsisten dengan pengalaman
Reaksi emosional berlebih/kurang
Ketidakmampuan untuk mengatasi emosi
Perilaku sesuai
Perilaku ganjil
Ketidak teraturan
Hubungan sosial harmonis
Prlaku yang bisa menyebabkan Isolasi sosial
Isolasi sosial
 ( Stuart and Laraia, 2005 )
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan masalah dalam batas normal yang meliputi :
1.      Pikiran logis adalah segala sesuatu  yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu sesuai dengan kenyataan.
2.      Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai sensasi yang dihasilkan.
3.      Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai dengan stimulus yang datang.
4.      Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
5.      Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.
Sedangkan mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam menyelesaikan  masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :
1.      Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir, seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-lain.
2.      Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan  informasi yang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
3.      Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai dengan stimulus yang datang.
4.      Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai dengan peran.
5.      Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.
D.    Pengkajian keperawatan
Menurut Trimelia S.Skp ( 2012 ), bahwa faktor terjadinya halusinasi meliputi :
1.     Faktor predisposisi
a.       Faktor Biologis
Terdapat lesi pada area frontal, temporal dan limbik.
b.      Faktor Perkembangan
Rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan individu tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadapa stress adalah merupakan salah satu tugas perkembangan yang terganggu.
c.       Faktor Sosiokultural
Individu yang merasa tidak diterima lingkungannya akan merasa tersingkirkan kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
d.      Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami individu maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersufat halusnogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytransferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya neurtransmiter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin.
e.       Faktor Psikologis
Tipe kepribadian yang lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Selain itu ibu yang pencemas, overprotektif, dingin, tidak sensitif, pola asuh tidak adekuat juga berpengaruh pada ketidakmampuan individu dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Individu lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam nyata.
f.       Faktor genetik
Penelitian menunjukan bahwa anak yang di asuh oleh orang tua skizofrenia cenderung akan mengalami skizofrenia.

2.      Faktor presipitasi
       Factor presipitasi adalah factor pencetus sebelum timbul gejala
a.    Stresor social budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stablitas keluarga, perpisahan dengan orang terpentng atau disingkirkan dari kelompok.
b.      Faktor biokimia
Berbagai penelitian  tentang dopamine, inhalan, non epineprin, zat halusigenik, diduga berkaitan dengan halusinasi
c.       Faktor pskologi
kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan.



3.      Prilaku halusinasi
Menurut Rawlins dan Heacokck ( dalam Yosep 2010)  Prilaku halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi sebagai berikut:
a.       Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama. Tanda gejala yang ditimbulkan yaitu muka merah, kadang pucat, ekspresi dengan perubahan wajah tegang, TD meningkat, nafas tersengah-sengah, nadi cepat, timbul gangguan kebutuhan nutrisi.
b.      Dimensi Emosi
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menankutkan. Tanda gejala yang dapat dilihat ketakutan dengan rasa tegang dan rasa tidak aman, tidak berdaya, menyalahkan diri sendiri atau orang lain sikap curiga dan saling bermusuhan, marah, jengkel, dendam dan sakit hati
c.       Dimensi Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olahia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika dioerintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Tanda gejala yang timbul isolasi sosial, menghindar dari orang lain, berbicara / komunikasi verbal tergangu, bicara inkoheren dan tidak masuk akal, merusak diri sendiri atau orang lain
d.      Dimensi Intelektual
Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.tanda gejala tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata, sulit membuat keputusan, tidak mampu berfikir abstrak dan daya ingat menurun
e.       Dimensi Spiritual
Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup , rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spritual untuk menyucikan diri. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering memkai takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

4.      Mekanisme koping
a.       Regresi : menghindari stress, kecemasan dan menampilkanprilaku kembali seperti pada prilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
b.      Proyeksi : keinginan yang tidak dapat ditoleransi mencurahkan emosi pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi).
c.       Isolasi sosial : reaksi yang ditampilakn dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atu lari menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

5.      Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman terhadap pengaruh gangguan otak dan prilaku. Kekuatan dapat meliputi seperti modal intelegensia atau kreatifitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anak dan dewasa muda tentang ketrampilan koping, karena meraka biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit. Finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga kemampuan serta untuk memberikan dukungan csecara kesinambungan








6.      Pohon masalah
Menurut Trimelia ( 2012 ), pohon masalah pada klien dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi pendenganran dan perabaan sebagai beriku
     Risiko prilaku kekerasan


Gangguan  sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan perabaan
 

                                                                                                                                               

                                                            Isolasi sosial

                                                        Harga Diri Rendah
E.     Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan pohon masalah menurut NANDA ( 2006 ), adalah sebagai berikut :
1. Gangguan Sensori persepsi : halusinasi
2. Risiko prilaku kekerasan
3. Isolasi sosial



F.     Perencanaan Keperawatan
Perencanaan menurut NANDA ( 2006 ), mulai dari diagnosa keperawatan, tujuan jangka panjang, tujuan jangka pendek, kriteria hasil dan tindakan, antara lain :
Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan perabaan
Tujuan : Klien mampu menetapkan dan menguji realita / kenyataan serta menyingkirkan kesalahan sensori persepsi
Tupen 1 : setelah dilakukan interaksi …x, klien mampu membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :
a.       Menunjukan pemahaman verbal, tertulis atau sinyal respon. b. Menunjukan gerakan ekspresi wajah yang rilek. c. Menunjukan kontak mata, mau berjabat tangan, mau menjawab salam, menyebutkan nama, mau duduk berdampingan atau berhadapan.
Rencana tindakan :
1.      Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik:
a.       Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b.      Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
c.       Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
d.      Buat kontrak yang jelas
e.       Tunjukan sikap jujur dan menempati janji setiap kali interaksi
f.       Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
g.      Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
h.      Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
i.        Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.

Tupen 2 : Setelah dilakukan interaksi selama …x , klien mampu mengenal halusinasi pendengaran dan perabaan
Kriteria hasil :
a.       Klien mampu menyebutkan waktu, isi , frekwensi munculnya halusinasi, b. Klien mampu menyebutkan prilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi muncul, c. Klien mampu menyebutkan akibat dari prilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi terjadi.
Rencana tindakan :
a.       Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b.      Observasi tingkah laku yang berhubungan dengan halusinasi
c.       Bantu klien mengenal halusinasi :
-          Tanyakan apakah klien mengalami halusinasi
-          Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya
-          Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya
-          Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama.
-          Katakan bahwa perawat akan membantu.
d.      Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi diskusikan dengan klien: isi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore , malam, sering atau kadang-kadang. Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi

Tupen 3 : Setelah di lakukan interaksi selama ….x, Klien mampu mengendalikan halusinasi pendengaran dan perabaan.
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi, b. Klien dapat memilih dan melaksanakan cara baru mengendalikan halusinasi, c. Klien melaksanakan cara yang dipilih untuk mengendalikan halusinasi.
Rencana Tindakan :
a.        Diskusikan bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll)
b.      Diskusikan cara yang digunakan klien
-          Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian
-          Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut.
c.       Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi.
d.      Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
e.       Beri kesempatan untuk melakukan apa yang dipilih dan dilatih.
f.       Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian.
g.      Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.

Tupen 4 : Setelah di lakukan interaksi selama …..x dengan keluarga klien dapat dukungan dalam mengendalikan halusinasi pendengaran dan perabaan.
Kriteria Hasil :
a. Keluarga dapat mambina hubungan saling percaya dengan perawat, b. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengatasi halusinsi.
Rencana Tindakan :
a.       Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu,tempat, dan topic )
b.      Diskusikan dengan keluarga ( pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan ramah)
-          Pengertian, tanda gejala, proses terjadinya, cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk menmutus, obat-obatan, cara anggota keluarga mencegah halusinasi.
-          Beri informasi waktu kontrol ke Rumah Sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak di atasi.

Tupen 5 : Setelah di lakukan interaksi selama ….x , Klien dapat memanfatkan obat dengan baik
Kriteria Hasil :
a. Klien dam keluarga dapat menyebutkan manfaat dosis, efek samping obat, dan nama warna dan dosis b. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar, c. Klien dan keluarga memahami akibat berhenti minum obat tanpa rekomendasi.
Rencana Tindakan :
a.       Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat.
b.      Pantau klien saat penggunaan obat.
c.       Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
d.      Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
e.       Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

G.    Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan di sesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata, implementasi sering kali jauh bebeda dengan rencana. Hal itu terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang bisa di lakukan perawat adalah menggunakan rencana tertulis, yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang di laksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan perawat jika tindakan berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal tanda tangan.
Sebelum melakukan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan, oleh kilen saat ini. Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual dan teknikal yang di perlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien, yang isinya menjelaskan apa yang akan d kejakan. Dan peran serta yang di harapkan dari klien. dokumentasikan semua tindakan yang telah di laksanakan berserta respon klien.

H.    Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada kilen. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah di laksanakan. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat di lakukan dengan mengunakan  pendekatan SOAP, sebagai pola pikir.
S : Respon subjektif kilen terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, dapat diukur dengan menanyakan :  “ Bagaimana perasaan ibu setelah melakukan cara mengontrol halusinasi dengan menghardik ?”
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan, dapat diukur dengan mengobservasi prilaku klien pada saat tindakan dilakukan, atau menanyakan kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik sesuai hasil observasi.
A : Analisis ulang atas data subjerktif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada, dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien, dan tindak lanjut oleh perawat.
Rencana tindak lanjut dapat berupa :
1.      Rencana diteruskan jika masalah tidak berubah.
2.      Rencana dimodifikasi jika masalah tetap dan semua tindakan sudah dapat dijalankan, tetapi hasilnya belum memuaskan.
3.      Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada, diagnosis lama juga dibatalkan.
4.      Rencana atau diagnosis selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru.
Klien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evalusi agar dapat melihat adanya perubahan, serta berupaya mempertahankan dan melihat adanya perubahan, serta berupaya mempertahankan dan memelihara perubahan tersebut. Pada evaluasi sangat diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubaan yang positif. Klien dan keluarga juga dimotivasi untuk melakukan self-reinforcemen.


 DAFTAR PUSTAKA

Isaac S,Ann . (2004) . Mental Health and Psychiatric Nursing (B/E) . (Rahayuningsih Penerjemah) . USA.Lippincott Williams & Wilkins Inc.(Sumber asli diterbitkan 2001)

Keliat, Budi anna . ( 2005 ) . Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa : ECG .

Nanda . (2006) . Nursing Diagnosis : Definision dan Classification . ( Kelliat et al, penerjemah) . Philadelphia : W. B Sauder . ( Sumber Asli Diterbitkan 2005 )

Maramis, Willy F . ( 2004 ) . Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa . Surabaya : Airlangga University Press.

Rasmun. ( 2001 ) .Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintograsi dengan Keluarga . Jakarta : CV Agung Seto

Stuart & Sudeen . ( 1998 ) . Pocket Guide To Psychiatric Nursing . ( 3 / E ) . ( Hamid, Penerjemah ) . Mosby Year Book Inc . (Sumber Asli Diterbitkan 1995 )

Townsend, Mary. C . ( 1998 ).  Nursing Diagnosis In Psychiatryc Nursing : Pocket Guide for care plan construction . ( 3 / E ) . ( Daulima, penerjemah ) . Pennsylvania, USA : F. A. Davis Philadelphia . ( Sumber asli diterbitkan 1995 )